Blog

TeoriTeori Pembelajaran Menurut Para Ahli

Teori-Teori Pembelajaran Menurut Para AhliBelajar dapat juga dipandang sebagai interaksi dengan lingkungan, dengan memperoleh masukkan dalam situasi yang problematis. Istilah “proses belajar-mengajar” sudah tidak asing lagi. Learning by doing, learning by experience, itulah pedoman dalam proses pembelajaran. Ini berarti bahwa dalam proses belajar, peserta didik hendaknya sebaik mungkin digiatkan dengan berbagai “cara” atau “metode”. Mengajar berarti menciptakan situasi yang merangsang peserta didik, untuk berpikir dan memecahkan masalah. Mengajar bukanlah sekedar menyampaikan sejumlah pengetahuan. Dalam perspektif teknologi pendidikan metode pembelajaran berarti di dalamnya terkandung berbagai konsep-konsep yang berpengaruh terhadap cara berpikir, bertindak, penelitian dan pengembangan pengajaran yang kemudian dikenal dengan istilah teknologi pendidikan.

Berdasarkan definisi tersebut, maka sesungguhnya secara umum semua teori Pembelajaran dapat dikelompokkan menjadi empat (4) golongan atau aliran yakni: aliran tingkah laku yang menekankan pada “hasil” dari proses belajar. Aliran kognitif justru menekankan pada “proses” belajar, aliran humanis lebih menekankan pada “isi” atau apa yang dipelajari, dan aliran sibernetik yang lebih menekankan pada “sistem informasi” yang dipelajari. Margaret Bell Gredler (1988) juga mengelompokkan empat kelompok atau aliran yang membahas tentang belajar yaitu (a) teori belajar behavioristik, (b) teori belajar kognitif, (c) teori belajar humanistik dan (d) teori belajar sibernetik. Pendapat ini tampaknya lebih banyak dianut, sehingga banya dikutip dalam berbagai buku teks.

1. Teori behavioristik
Menurut aliran behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami peserta didik dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru dengan hasil interaksi antara stimulus dan respon. Penekanan dalam teori ini hanya pada perilaku yang dapat dilihat dan tanpa memperhatikan perubahan perubahan atau proses-proses internal yang terlibat di dalamnya. Teori-teori belajar yang termasuk dalam teori belajar behavioristik antara lain teori classical conditioning dari Pavlov, Connectionism Thorndike, teori operant conditioning dari Skinner

Menurut teori connectionism, seluruh kegiatan belajar didasarkan pada jaringan asosiasi atau hubungan (bonds) antara stimulus dan respon, sehingga teori ini dikenal dengan sebutan S-R bond Theory. Dalam hubungan antara stimulus dan respon ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, sehingga Thorndike merumuskan tiga hukum belajar yaitu sebagai berikut. Pertama, hukum persiapan atau Law of readiness, yaitu bahwa belajar akan menjadi bila ada kesiapan pada diri individu. Kedua, hukum latihan atau Law of excercise, yaitu bahwa hubungan antara stimulus dan respon dalam proses belajar akan diperkuat atau diperlemah oleh tingkat intensitas dan durasi dari penggulangan hubungan atau latihan.

Hubungan akan bertambah kuat bila ada latihan, sebaliknya bila tidak terjadi latihan selama beberapa waktu, maka hubungan antara stimulus dan respon akan melemah. Ketiga, hukum efek atau Law ofeffect, yaitu bahwa hubungan antara stimulus dan respon akan semakin kuat bila sebuah respon menghasilkan efek yang menyenangkan. Sebaliknya, apabila respon yang ada kurang memberikan efek yang menyenangkan, maka hubungan antara stimulus dan respon akan melemah, Paul Eggen dan D. Kauchak (1997)

Teori classical conditioning yang dikembangkan oleh Pavlov didasarkan atas reaksi sistem tak terkontrol di dalam diri seseorang dan reaksi emosional yang dikontrol oleh sistem saraf otonom serta gerak reflek setelah menerima stimulus dari luar. Suatu hal yang terpenting dari teori ini adalah tentang metode yang digunakan dalam proses belajar dan hasil-hasil yang diperolehnya.

Teori operant conditioning, berpendapat bahwa perilaku dalam proses belajar terbentuk oleh konsekuensi yang ditimbulkannya. Konsekuensi yang menyenangkan, yaitu positive reinforcement atau punishment akan membuat perilaku dihindari

2) Teori Kognitif
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar dari hasil belajar itu sendiri. Menurut teori ini belajar tidak hanya ditunjukkan oleh perubahan perilaku yang dapat diamati, melainkan perubahan struktur mental internal seseorang yang memberikan kapasitas padanya untuk menunjukkan perubahan perilaku. Struktur mental ini antara lain meliputi pengetahuan, keyakinan, keterampilan, harapan, dan mekanisme lainnya dalam kepala peserta didik. Teori ini menekankan pada potensi peserta didik untuk berperilaku dan bukan perilaku itu sendiri, mementingkan proses mental pada diri peserta didik, seperti berpikir, dan memusatkan pada segala sesuatu yang terjadi pada peserta didik. Proses ini akan memungkinkan peserta didik untuk menginterpretasikan dan mengorganisir informasi secara aktif

Teori-teori belajar yang termasuk dalam kelompok teori kognitif antar lain teori cognitive field, theory schema, dan information-processing theory. Menurut teori cognitive field belajar merupakan perubahan dalam struktur kognitif, maksudnya apabila seseorang melakukan kegiatan belajar maka akan bertambah pengetahuannya. Dalam proses belajar ini yang lebih berperan adalah motivasi dan bukan reward

Teori schema, beranggapan bahwa schema atau schemata atau struktur pengetahuan yang ada pada diri seseorang terdiri atau dua bentuk, yaitu berbentuk obyek dan kejadian atau scrip. Schema yang terbentuk dalam diri seseorang akan digunakan dalam mengingat sebuah pengalaman melalui proses seleksi, pengambilan intisari, dan interpretasi. Schema yang telah terbentuk dapat berubah atau dimodifikasi dengan cara: penambahan, penyesuaian, dan restrukrisasi. Schema sangat penting untuk digunakan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi dan membantu dalam mengkategorisasi, memahami dan mengingat segala sesuatu.

James P.Byrnes (1996) Information-processing theory atau teori pemrosesan informasi merupakan salah satu dari teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan tentang pemrosesan, pemerolehan, dan penyimpanan pengetahuan melalui pikiran.

Belajar dengan pemrosesan informasi ini telah dibahas dalam model pembelajaran yang dikemukakan oleh Joyce, Weil, dan Calhoun.

3) Teori Konstruktivis
Teori konstruktivisme menurut MoshmanFowler (1997) memandang belajar sebagai proses konstruksi pengetahuan oleh pembelajar berdasarkan pengalaman yang telah dimiliki Teori ini berfokus pada konstruksi internal individu terhadap pengetahuan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Catherine bahwa teori belajar konstruktif mementingkan proses dari hasil belajar. Oleh karena itu teori ini ada hubungannya dengan teori “meaningfullearning” (kebermaknaan) dan Ausubel.

Pembelajaran berbasis konstruktivis mengutamakan keaktifan pembelajar dalam mengkonstruksikan pengetahuan berdasarkan interaksinya dalam pengalaman belajar yang diperoleh (difasilitasi pembelajar). Pembelajaran berbasis konstruktivis memandang pembelajaran dan proses belajar pembelajar menjadi fokus utama, sedangkan pembelajar berperan sebagai fasilitator, dan atau bersama-sama pembelajar juga terlibat dalam proses belajar, proses konstruksi pengetahuan.

Sejalan dengan pernyataan di atas, David Jonassen (1999) yang dikutip oleh Reigueluth mengemukakan bahwa pembelajaran konstruktif berawal dari aliran filsafat konstruktivisme, yang menekankan pada konstruk pengetahuan individu dan kontrak sosial melalui pembelajaran interpretasi dan pengalaman dalam kehidupan. Dalam proses pembelajaran sebagai konstruksi pengetahuan, pemelajar secara aktif membangun pengetahuan di dalam ingatan dan iamenjadi seorang sensemaker. Sementara pembelajar adalah sang pemandu yang memberikan tugas-tugas akademis.

Menurut Mayer yang dikutip oleh Reigeluth bahwa belajar konstruktif tergantung pada aktivitas dari beberapa proses kognitif dalam pemelajar selama belajar, mencakup menyeleksi informasi yang relevan, mengorganisasikan informasi yang masuk, dan menginterasikan informasi yang masuk dengan pengetahuan yang ada.

Jean Piaget (1977) menjelaskan bahwa teori konstruktivis dikembangkan oleh Piaget dengan nama individual cognitiveconstructivisttheory dan Vygotsky dalam teori socialculturalconstructivisttheory. Menurut Piaget sebagai tokoh aliran konstruktivis berpendapat bahwa belajar adalah perubahan kualitatif bukan seperti perilaku yang dapat diukur secara kuantitatif.

Pada hakikatnya, perkembangan intelektual itu bersifat universal dalam beradaptasi antara dua hal, yakni asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah transfer atau proses memberikan respons terhadap stimulus tertentu dalam istilah behavioristik. Akomodasi adalah perubahan respons terhadap lingkungan yang mencakup perkembangan schema baru dari adaptasi schema yang sudah ada terhadap situasi baru Sementara yang lain menyatakan bahwa teori pembelajaran terdiri dari:

1) Behavioristik. Pembelajaran selalu memberi stimulus kepada peserta didik agar menimbulkan respon yang tepat seperti yang kita inginkan. Hubungan stimulus dan respons ini bila diulang menjadi sebuah kebiasaan. Selanjutnya, bila peserta didik menemukan kesulitan atau masalah, guru menyuruhnya untuk mencoba danmencoba lagi (trialanderror) sehingga akhirnya diperoleh hasil.

2) Kognitivisme. Pembelajaran adalah dengan mengaktifkan indra peserta didik agar memperoleh pemahaman sedangkan pengaktifan indera dapat dilaksanakan dengan jalan menggunakan media atau alat bantu. Disamping itu penyampaian pengajaran dengan berbagai variasi artinya menggunakan banyak metode.

3) Humanistic. Dalam pembelajaran ini guru sebagai pembimbing memberi pengarahan agar peserta didik dapat mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai manusia yang unik untuk mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya sendiri dan peserta didik perlu melakukan sendiri berdasarkan inisiatif sendiri yang melibatkan pribadinya secara utuh (perasaan maupun intelektual) dalam proses belajar agar dapat memperoleh hasil.

4) Sosial atau Perhatian atau pemodelan. Proses pembelajaran melalui proses pemerhatian dan pemodelan, Bandura (1986) mengenal pasti empat unsur utama dalam proses pembelajaran melalui pemerhatian atau pemodelan, iaitu pemerhatian (attention), mengingat (retention), reproduksi (reproduction), dan penguatan (reinforcement) motivasi (motivation). Implikasi dari kaedah ini berpendapat bahwa pembelajaran dan pengajaran dapat dicapai melalui beberapa cara seperti berikut:

(I) Penyampaian harus interaktif dan menarik

(II) Demonstrasi guru hendaklah jelas, menarik, mudah dan tepat

(III) Hasilan guru atau contoh-contoh seperti ditunjukkan hendaklah mempunyai mutu yang tinggi.

Menurut Eggen&Kauchak (1998) Menjelaskan bahwa ada enam ciri pembelajaran yang efektif, yaitu:

1) Peserta didik menjadi pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya melalui mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan perbedaan perbedaan serta membentuk konsep dan generalisasi berdasarkan kesamaan-kesamaan yang ditemukan,

2) Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi dalam pelajaran,

3) Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian,

4) Guru secara aktif terlibat dalam pemberian arahan dan tuntunan kepada peserta didik dalam menganalisis informasi,

5) Orientasi pembelajaran penguasaan isi pelajaran dan pengembangan keterampilan berpikir, serta

6) Guru menggunakan teknik mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan dan gaya mengajar guru.

Referensi :

Zainal Abidin Arif, 2015, landasan teknologi pendidikan, Bogor: uika press