Blog

Pengertian Kualitas Pembelajaran Dan Indikator Kualitas Pembelajaran

Pengertian Kualitas Pembelajaran Dan Indikator Kualitas Pembelajaran a. Pengertian Kualitas Pembelajaran Konsep peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu unsur dari paradigma baru pengelolaan pendidikan di Indonesia. Paradigma tersebut mengandung atribut pokok yaitu relevan dengan kebutuhan masyarakat pengguna lulusan, suasana akademik yang kondusif dalam penyelenggaraan program studi, adanya komitmen kelembagaan dari para pimpinan dan staf terhadap pengelolaan organisasi yang efektif dan produktif, keberlanjutan program studi, serta efisiensi program secara selektif berdasarkan kelayakan dan kecukupan. Dimensidimensi tersebut mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat strategis untuk merancang dan mengembangkan usaha penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi kualitas pada masa yang akan datang. Mutu sama dengan arti kualitas dapat diartikan sebagai kadar atau tingkatan dari sesuatu, oleh karena itu kualitas mengandung pengertian: 1. Tingkat baik dan buruknya suatu kadar 2. Derajat atau taraf (kepandaian, kecakapan, dan sebagainya); mutu. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam “proses pendidikan” yang bermutu terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Menurut Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry bahwa kualitas adalah kualitas/mutu; baik buruknya barang. Dari pengertian tersebut maka kualitas atau mutu dari sebuah pendidikan harus ditingkatkan baik itu sumber daya manusia, sumber daya material, mutu pembelajaran, kualitas lulusan dan sebagainya. Dari berbagai pengertian yang ada, pengertian kualitas pendidikan sebagai kemampuan lembaga pendidikan untuk menghasilkan proses, hasil, dan dampak belajar yang optimal. Dari sisi guru, kualitas dapat dilihat dari seberapa optimal guru mampu memfasilitasi proses belajar siswa. Bahwa setiap guru atau tenaga pengajar memiliki tanggung jawab terhadap tingkat keberhasilan siswa belajar dan keberhasilan guru mengajar. belajar hanya dapat terjadi apabila murid sendiri telah termotivasi untuk belajar guru harus secara bertahap dan berencana memperkenalkan manfaat belajar sebagai sebuah nilai kehidupan yang terpuji, sehingga murid belajar karena didasari oleh nilai yang lebih tinggi bagi kehidupan murid sendiri. Walaupun proses ini tidak sederhana, guru harus tetap berusaha menanamkan sikap positif dalam belajar, karena ini merupakan bagian yang sangat penting didalam proses belajar untuk mampu belajar. Sementara itu dari sudut kurikulum dan bahan belajar kualitas dapat dilihat dari seberapa relevan kurikulum dan bahan belajar mampu menyediakan aneka stimulus dan fasilitas belajar secara berdiversifikasi (dengan penganekaragaman, penerapan beberapa cara, perbedaan) Dari aspek iklim pembelajaran, kualitas dapat dilihat dari seberapa besar suasana belajar mendukung terciptanya kegiatan pembelajaran yang menarik, menantang, menyenangkan dan bermakna bagi pembentukan profesionalitas kependidikan.

Dari sisi media belajar kualitas dapat dilihat dari seberapa efektif media belajar digunakan oleh guru untuk meningkatkan intensitas belajar siswa. Dari sudut fasilitas belajar kualitas dapat dilihat dari seberapa kontributif (memberi sumbangan) fasilitas fisik terhadap terciptanya situasi belajar yang aman dan nyaman. Sedangkan dari aspek materi, kualitas dapat dilihat dari kesesuainnya dengan tujuan dan kompetensi yang harus dikuasi siswa. Oleh karena itu kualitas pembelajaran secara operasional dapat diartikan sebagai intensitas keterkaitan sistemik dan sinergis guru, mahasiswa, kurikulum dan bahan ajar, media, fasilitas, dan sistem pembelajaran dalam menghasilkan proses dan hasil belajar yang optimal sesuai dengan tuntutan kurikuler. b. Indikator Kualitas Pembelajaran Secara konseptual kualitas perlu diperlakukan sebagai dimensi indikator yang berfungsi sebagai indikasi atau penunjuk dalam kegiatan pengembangan profesi, baik yang berkaitan dengan usaha penyelenggaraan lembaga pendidikan maupun kegiatan pembelajaran di kelas. Hal ini diperlukan karena beberapa alasan berikut: 1) Prestasi Siswa Meningkat Prestasi siswa yang dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan dalam pembelajaran yang selama ini pendidikan agama berlangsung mengedepankan aspek kognitif (pengetahuan), aspek afektif (rasa) dan psikomotorik (tingkah laku). 2) Siswa Mampu Bekerjasama Di dalam pembelajaran diperlukan suatu kerjasama antar siswa ataupun siswa dengan guru. Dengan adanya kekompakan akan timbul suasana pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan. Keharmonisan perlu dijaga dan dipelihara dengan mewujudkan sikap: (1) adanya saling pengertian untuk tidak saling mendominasi, (2) adanya saling menerima untuk tidak saling berjalan menurut kemauannya sendirii, (3) adanya saling percaya untuk tidak saling mencurigai, (4) adanya saling menghargai dan (5) saling kasih sayang untuk tidak saling membenci dan iri hati. 3) Adanya Pembelajaran yang Menyenangkan Pembelajaran yang menyenangkan sangat diperlukan untuk membantu siswa dalam menyerap dan memahami pelajaran yang diserap oleh guru, karena apabila siswa tidak menyenangi pembelajaran maka materi pelajaran tidak akan membekas pada diri siswa. Pembelajaran yang menyenangkan ini biasanya dengan menggunakan metode yang bervariasi dan pembentukan suasana kelas yang menarik. 4) Mampu berinteraksi dengan Mata Pelajaran Lain Problematika kehiupan dunia tidak hanya ada pada masalah keagamaan saja, akan tetapi lebih banyak dalam bidang-bidang keduniaan. Dalam hal ini pendidikan agama bisa menjadi solusi dari semua bidang asalkan pembelajaran pendidikan agama islam yang dilaksanakan mampu berinteraksi dengan mata pelajaran lain. 5) Mampu Mengkontekstualkan Hasil Pembelajaran Pembelajaran kontekstual sangat diperlukan untuk mebiasakan dan melatih siswa dalam bersosial, bekerjasama dan memecahkan masalah. Belajar akan lebih bermakna apabila anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya bukan mengetahuinya. 6) Pembelajaran yang Efektif di Kelas dan lebih Memberdayakan Potensi Siswa

Kualitas pembelajaran harus ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Secara mikro ditemukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang efektif di kelas dan lebih memberdayakan potensi siswa. 7) Pencapaian Tujuan dan Target Kurikulum Pencapaian tujuan dan target kurikulum merupakan tugas yang harus dilaksanakan oleh guru dan siswa dalam setiap pembelajarannya. Tujuan dan target-target tersebut bisa dijadikan tujuan minimal maupun maksimal yang harus dicapai tergantung kepada kemampuan pihak sekolah yang terdiri dari guru an unsur-unsur lain yang melaksanakannya. Maka indikator kualitas pembelajaran dapat dilihat antara lain dari perilaku pembelajaran guru, perilaku dan dampak belajar siswa, iklim pembelajaran, materi pembelajaran, media pembelajaran, dan sistem pembelajaran. 1. Pengertian Pembelajaran PAI Salah satu tugas guru adalah penyelenggaraan pembelajaran, menurut Muhibbin Syah belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Adapun pembelajaran berasal dari kata dasar “ajar” yang artinya petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui/diturut. Kata kerja “belajar” yang berarti memperoleh kepandaian atau ilmu. Kata “pembelajaran” berasal dari kata “belajar” yang mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” , yang mempunyai arti proses. Definisi pembelajaran menurut Degeng dan Muhaimin, pembelajaran (ungkapan yang lebih dikenal sebelumnya “pengajaran”) adalah upaya untuk membelajarkan siswa. Dan pembelajaran sebagai suatu proses kegiatan yang terdiri atas unsur-unsur yang terpadu dan salingh berinteraksi secara fungsional. Adapun definisi Pendidikan Agama Islam menurut Abdul Majid dan Dian Andayani adalah upaya sadar yang dilakukan pendidikan dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Armai Arief secara teori pendidikan Islam sebagai disiplin ilmu yang merupakan konsep pendidikan yang mengandung berbagai teori yang dapat dikembangkan dari hipotesa-hipotesa yang bersumber dari al-qur’an maupun hadits baik dari segi sitem, proses dan produk yang diharapkan mampu membudayakan umat manusia agar bahagia dan sejahtera dalam hidupnya. Dari segi teori, pendidikan Islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses kependidikan yang bersifat progresif menuju kearah kemampuan optimal anak didik yang berlangsung di atas landasan nilai-nilai ajaran agama Islam. Pendidikan Islam yaitu sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya; beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai Khalifah Allah di muka bumi, yang berdasarkan kepada ajaran alqur’an dan sunnah, maka tujuannya adalam menciptakan insan-insan kamil setelah proses pendidikan berakhir. Dengan demikian kalau dikaitkan dengan pengertian pembelajaran, diperoleh sebuah pengertian bahwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah upaya membelajarkan siswa untuk dapat memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai agama Islam melalui

kegiatan bimbingan, pengajaran ataupun latihan. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh muhaimin bahwa pembelajaran pendidikan agama Islam adalah: “Suatu upaya membelajarkan peserta didik agar dapat belajar, butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar dan tertarik terus menerus mempelajari agama Islam, baik untuk kepentingan mempengaruhi bagaimana cara beragama yang benar maupun mempelajari Islam sebagai pengetahuan.” Dalam pembelajaran ini ada beberapa komponen yang saling mempengaruhi yaitu : 1. Kondisi pembelajaran pendidikan agama, 2. Metode pembelajaran agama, 3. Hasil pembelajaran pendidikan agama. a. Kondisi pembelajaran pendidikan agama Kondisi pembelajarn Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan metode dalam meningkatkan hasil pembelajaran PAI. Faktor ini berhubungan dengan pemilihan, penetapan dan pengembangan pembelajaran PAI. Faktor-faktor yang termasuk kondisi pembelajaran diantaranya yaitu: 1. Tujuan dan karakteristik bidang studi PAI, 2. Kendala dan karakteristik bidang studi PAI, dan 3. Karakteristik peserta didik. b. Metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam Metode pembelajaran PAI didefinisikan sebagai cara-cara tertentu yang paling cocok untuk dapat digunakan dalam mencapai hasil-hasil pembelajaran PAI yang berada dalam kondisi pembelajaran tertentu, metode pembelajaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Strategi pengorganisasian adalah suatu metode yang mengorganisasikan isi bidang studi PAI yang dipilih intuk pembelajaran. Ini mengacu pada kegiatan pemilihan isi, penataan isi, pembuatan daiagram, skema, format dan sebagainya. 2. Metode penyampaian adalah metode-metode penyampaian pembelajaran PAI yang dikembangkan untuk membuat siswa dapat merespon dan menerima pelajaran PAI dengan mudah, cepat dan menyenangkan. Dengan demikian strategi penyampaian perlu menerima masukan dari peserta didik. 3. Strategi pengelolaan pembelajaran adalah metode untuk mengelola interaksi antara peserta didik dengan komponen-komponen metode pembelajaran lain, seperti pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran. c. Hasil pembelajaran Pendidikan Agama Islam Hasil pembelajaran PAI mencakup semua akibat yang dapat dijadikan indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran PAI dibawah kondisi pembelajaran yang berbeda.

Hasil pembelajaran PAI dapat berupa hasil nyata dan hasil yang diinginkan. Hasil nayata adalah hasil belajar yang dicapai peserta didik secara nyata karena digunakan suatu metode pembelajaran PAI yang dikembangkan dengan kondisi yang ada. Sedangkan hasil yang diinginkan adalah tujuan yang ingin dicapai dan biasanya sering mempengaruhi keputusan perancang pembelajaran PAI dalam melakukan pilihan suatu metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi yang ada. 2. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Sebagai calon pendidik atau guru agama perlu suatu sikap yang tegas dan cepat untuk menguraikan suatu yang menjadi kekurangan pendidikan agama kita saat ini, sehingga permasalahan kita saat ini terdapat pada lemahnya etos kerja para guru PAI serta lemahnya semangat dan cara kerja guru PAI dalam pengembangan pendidikan agama di sekolah. Jika seluruh komponen pendidikan dan pengajaran dipersiapkan dengan sebaik-baiknya, maka mutu pendidikan dengan sendirinya meningkat, namun gurulah yang menjadi komponen utama dari keseluruhan komponen pendidikan. Jika guru berkualitas baik maka pendidikanpun baik pula. Dalam hubungannya dengan pendidikan, guru harus mampu melaksanakan inspiring teaching, yaitu guru yang dalam kegiatan belajar mengajarnya mampu mengilhami murid-muridnya. Melalui kegiatan belajar mengajar memberikan ilham yaitu guru yang mampu menghidupkan gagasan yang besar, keinginan yang besar pada murid-muridnya. Agar sekolah yang berlebel Islam mempunyai kualitas pendidikan yang baik, haruslah mempunyai strategi-strategi peningkatan kualitas pembelajaran dan pengukuran yang efektif. Pada dasarnya strategi bertumpu pada kemampuan dalam memperbaiki dan merumuskan visinya setiap zaman yang dituangkan dalam rumusan tujuan pendidikan

Pengertian Kualitas Pembelajaran Menurut Para Ahli 

Slavin

Di dalam belajar harus mendapatkan perubahan perilaku yang positif pada tiap individu yang di didik. Perubahan ini disebabkan oleh pengalaman yang didapatkan masing-masing individu. Jika sudah mendapatkan perubahan itu barulah kualitas pembelajaran dinilai cukup baik. 

Achjar Chalil

Jika ingin memperoleh kualitas pembelajaran yang tepat, peserta didik dan pendidik harus terlibat dalam suatu interaksi dalam lingkungan mereka belajar. 

Corey

Ketika peserta didik sudah mampu mengikuti tingkah laku tertentu yang dikelola oleh pendidik barulah kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan. 

Munif Chatib

Tak dapat dipungkiri bahwa komunikasi sangat menentukan kualitas pembelajaran. Transfer informasi harus dilakukan oleh kedua belah pihak, pendidik memberikan informasi dan peserta didik menangkap informasi yang disampaikan itu. 

Knowles

Suatu proses pembelajaran dapat dikatakan memiliki kualitas yang baik jika peserta didik sudah tergornisasi demi mecapai tujuan pendidikan. 

Cronbanch

Kualitas belajar yang benar harus melibatkan peserta didik secara langsung. Peserta didik juga harus menggunakan semua panca indra nya untuk mengalami proses pembelajaran itu. Pendapat para ahli diatas sangat berbeda-beda satu sama lain, akan tetapi semua yang dikatakan para ahli tersebut berguna untuk mewujudkan kualitas pembelajaran yang baik. Selain melakukan saran dari para ahli, kegiatan belajar tentu harus didukung dari niat dalam diri sendiri. Motivasi diri untuk mau belajar lebih banyak lagi baik dalam pendidikan maupun dalan nilai – nilai kehidupan. /2014/07/30/pengertian-kualitas-pembelajaranmenurut-para-ahli/

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah proses dimana potensi-potensi manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan supaya dapat disempurnakan oleh kebiasaan-kebiasaan yang baik oleh alat (media) yang disusun sedemikian rupa dan dikelola oleh manusia untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri guna mencapai tujuan yang ditetapkan. Pendidikan merupakan hubungan antar pribadi pendidik dengan yang dididik yang terjadi dalam pergaulan. Karena dalam pergaulan terjadi kontak atau hubungan yang pada akhirnya melahirkan tanggung jawab pendidikan atas rasa tanggung jawab demi kepentingan dan keselamatan peserta didik. Oleh karena itu, pendidikan sebagai bagian integral dalam pembangunan harus memiliki mutu pendidikan yang baik. Mutu pendidikan adalah gambaran atau karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menentukan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau yang tersirat. Adapun dalam konteks pendidikan, bahwa mutu pendidikan itu mencakup input, proses, dan output pendidikan. Dalam proses kependidikan, manusia harus dipandang sebagai objek sekaligus sebagai subjek kependidikan.

Dengan kata lain, manusia didik sebagai makhluk yang sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan di bawah bimbingan pendidik menuju ke arah titik optimal pertumbuhan dan perkembangannya, harus ditempatkan pada posisi tidak hanya sebagai objek pekerjaan mendidik, namun dalam waktu yang bersamaan harus ditempatkan juga sebagai subjek pendidikan. Sehingga, aktivitas dalan proses pendidikan bukan terfokuskan kepada peserta didik, tetapi justru harus memposisikan peserta didik secara aktif dalam suatu situasi dan kondisi yang kondusif untuk mengembangkan potensi diri. Selain itu, peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi juga sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia di era persaingan global yang sangat ketat. Karena, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan membawa perubahan di semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai masalah yang muncul dapat diselesaikan dengan cara seseorang tersebut dapat menguasai dam memahami adanya ilmu pengetahuan dan teknologi. B. Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian input pendidikan? 2. Apakah pengertian proses pendidikan? 3. Apakah pengertian output pendidikan? BAB II PEMBAHASAN A. Input Pendidikan Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus ada dan tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya suatu proses. Segala sesuatu yang dimaksud adalah berupa sumberdaya, perangkat-perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai alat dan pemandu bagi berlangsungnya proses.1[1] 1. Input sumber daya terbagi menjadi dua, antara lain: a. Input sumber daya manusia, meliputi: kepala sekolah, guru (termasuk guru BP), karyawan, dan siswa. b. Input sumberdaya non manusia, meliputi: peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dan lainlain. 2. Input perangkat lunak yaitu yang meliputi: struktur organisasi sekolah, peraturan perundangundangan, deskripsi tugas, rencana pendidikan, program pendidikan, dan lain-lain. 1

3. Input harapan-harapan yang berupa: visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah tersebut semakin tinggi tingkat kesiapan input, maka semaki tinggi pula mutu input tersebut. Dari pembagian berbagai macam jenis-jenis input di atas, sudah jelas bahwa tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari kesiapan tingkat input itu sendiri. Adapun karakteristik dari input pendidikan antara lain sebagai berikut: 1.

Memiliki kebijakan mutu

– Tujuan sekolah jelas tentang kebijakan mutu – Kebijakan mutu disusun oleh kepala sekolah dan disosialisasikan kepada warga sekolah –

Pemikiran, tindakan, kebiasaan, karakter diwarnai kebijakan mutu.

2. Sumberdaya manusia disiapkan untuk berkualitas –

Sumberdaya manusia disiapkan untuk berkualitas – Dana, peralatan, perlengkapan, bahan, sisten, organisasi, masyarakat.

Mampu mendayagunakan sumberdaya terbatas derni mutu. 3. Memiliki harapanprestasi yang tinggi

Memiliki dorongan prestasi anak didik dan sekolah yang tinggi

Kepala sekolah memiliki komitmen dan motivasi tinggi untuk mutu – Guru & karyawan memiliki komitmen dan motivasi tinggi untuk mutu anak didiknya, walau sumber daya sekolah terbatas. 4. Fokus pada pelanggan

Pelanggan, terutarna peserta didik sebagai focus kegiatan sekolah – Pemuasan pelanggan dengan mendaya gunakan sumberdaya maksimal 5. Manajemen yang tertata dan jelas

– Rencana sistematis dan rinci – Tugas jelas – Program pendukung rencana – Aturan main yang pasti – Kendali mutu yang berjalan efektif dan efisien B. Proses Pendidikan Proses pendidikan adalah berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. 2[2] Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedangkan sesuatu dari hasil 2

proses disebut output. Dalam pendidikan berskala mikro (di tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses dalam pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi. Dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki timgkat kepentingan tertinggi dibanding dengan proses-proses lainnya. Proses akan dikatakan memiliki mutu yang tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dan lain-lain) dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning),mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdayakan mempunyai arti bahwa peserta didik tidak sekedar menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya, namun pengetahuan yang mereka dapatkan tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik yaitu mereka mampu menghayati, mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari, dan yang terpenting peserta didik tersebut mampu belajar secara terus menerus atau mampu mengembangkan dirinya. Dalam proses pendidikan, mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Keefektifan proses belajar mengajar – Internalisasi apa yang dipelajari – Mampu belajar cara belajar yang baik 2. Kepemimpinan sekolah yang kuat – Kepala sekolah memiliki kelebihan dan wibawa (pengaruh) – Kepala sekolah harus mengkoordinasi, menggerakkan, menyerasikan sumberdaya – Prakarsa kreatif 3. Manajemen yang efektif Analisis kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, kinerja, pengembangan, 4. 5. 6. 7. –

hubungankerja, imbaljasaproporsional. Memiliki budaya mutu Informasi kualitas untuk perbaikan, bukan untuk mengontrol Kewenangan sebatas tanggungjawab Hasil diikuti rewards atau punishment Kolaborasi dan sinergi, bukan persaingan sebagai dasar kerjasama Warga sekolah merasa aman dan nyaman bekerja Suasana keadilan Imbal jasa sepadan dengan nilai pekerjaan Memiiiki Teamwork kompak, cerdas, dinainis Output pendidikan hasil kolektif, bukan hasil individual Memiliki kemandirian Sekolah memiliki kewenangan melakukan yang terbaik bagi sekolahnya Memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja tanpa bergantung atasan Memiliki sumber daya yang cukup Partisipasi warga sekolah dan masyarakat. Partisipasi rasa memiliki, rasa tanggungjawab, tingkat dedikasi

8. Memiliki keterbukaan manajemen Keterbukaan pembuatan keputusan, penggunaan uang, penyusunan program, pelaksanaan, danevaluasi program 9. Memiliki kemauan untuk berubah (psikologis dan fisik) – Perubahan adalah kenikmatan, kemapanan adalah musuh sekolah – Perubahan terkaitan dengan peningkatan lebih baik, terutama utuk anak 10. Evaluasi dan perbaikan berkelanjutan Evaluasi tidak hanya untuk mengetahui daya serap, tetapi bagairnana memperbaiki dan meningkatkan PBM di sekolah. – Evaluasi program sekolah secara kontinyu – Tiada hari tanpa perbaikan – Sistem mutu baku sebagai acuan perbaikan 11. Responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan – Tanggap terhadap aspirasi peningkatan mutu – Membaca lingkungan dan menanggapi cepat dan tepat 12. Sekolah memiliki akuntabilitas – Pertanggungjawaban sekolah terhadap: orang tua, masyarakat, siswa, pemerintah. 13. Memiliki Sustainabilitas – Peningkatan SDM, diversifikasi sumber dana, swadana, dukungan masyarakat yang tinggi. C. Output pendidikan Output pendidikan adalah kinerja sekolah. Sedangkan kinerja sekolah itu sendiri adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses atau perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktifitasnya, efesiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya, dan moral kerjanya.3[3] Kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukan kemampuannya dalam memuasakan kebutuhan yang ditentukan atau yang tersirat. Efektifitas adalah ukuran yang menyatakan sejauh mana sasaran (kuantitas, kualitas, dan waktu) yang telah dicapai. Produktifitas adalah hasil perbandingan antara output dan input. Baik output dan input adalah dalam bentuk kuantitas. Kuantitas input berupa tenaga kerja, modal, bahan, dan energi. Sedangkan kuantitas output berupa jumlah barang atau jasa yang tergantung pada jenis pekerjannya. Output sekolah dapat dikatakan berkualitas dan bermutu tinggi apabila prestasi pencapaian siswa menunjukan pencapaian yang tinggi dalam bidang: 1. Prestasi akademik, berupa nilai ujian semester, ujian nasional, karya ilmiah, dan lomba 2.

akademik. Prestasi non akademik, berupa kualitas iman dan takwa, kejujuran, kesopanan, olahraga, kesenian, keterampilan, dan kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler lainnya. Mutu sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. 3

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Secara umum, yang dimaksud dengan mutu adalah gambarab dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, mutu pendidikan mencakup input, 

proses, dan output pendidikan. Input pendidikian adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. sesuatu yang dimaksud adalah berupa sumber daya manusia dan sumber daya selebihnya, perangkat lunak, dan harapan-harapan sebagai pemandu bagi

berlangsungnya proses. Proses pendidikan adalah berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh bagi berlangsungnya proses disebut input, dan sesuatu dari hasil proses disebut output. Proses dapat dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan. Dalam pendidikan, proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki tingkat kepentingan tinggi dibanding proses-proses yang

lain. Output pendidikan adalah kinerja sekolah, yaitu prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses sekolah

tersebut.

Kinerja

sekolah

dapat

diukur

dari

kualitasnya,

efektifitasnya,

produktifitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya, dan moral kerjanya. B. Saran Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, namun semoga dengan membaca makalah ini, pembaca dapat mengambil manfaatnya. Semoga kita menjadi lebih memperhatikan kualitas dan mutu pendidikan dan mampu menyikapi dan menanggapi perkembangan pendidikan seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknlogi. DAFTAR PUSTAKA –

Purwanto, Ngalim, 2007, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung:Rosdakarya. Dikmenum, 1999, Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis sekolah :Suatu Konsepsi

Otonomi Sekolah (paper kerja), Jakarta:Depdikbud. Semiawan,Conny R, dan Soedijarto,1991, Mencari Strategi:Strategi Pendidikan Nasional

Manajemen Abad XXI, Jakarta:PT.Grasindo. ,com-pakguruonline_file (diunduh: Selasa,15 November 2011) (diunduh: Selasa,15 November 2011) /2012/01/input-proses-dan-outputpendidikan.html ( senin 4 januari 2015)

Tahapan dalam pendidikan yang umum dilaksanakan melalui lembaga pendidikan seperti sekolah/madrasah, perguruan tinggi, lembaga pelatihan/kursus, dan lain sebagainya di antaranya adalah INPUT – PROSES – OUTPUT – OUTCOME. Dari tahapan tersebut, yang sering menjadi perhatian dan selalu dipertanyakan masyarakat adalah aspek OUTPUT-nya. Dengan kata lain, bagaimana dan seperti apa hasil (lulusan) dari pendidikan yang dijalankan oleh suatu lembaga pendidikan, merupakan aspek yang sangat diutamakan oleh masyarakat sebagai pengguna layanan jasa pendidikan. Pertanyaan atau pernyataan yang muncul pun bermacam-macam berkenaan dengan lulusan yang dihasilkan, seperti bermutu atau tidak, terampil atau tidak, bisa bekerja atau tidak, dan lain sebagainya. Merupakan suatu kewajaran apabila masyarakat mempertanyakan hal tersebut, karena sebagai pelanggan (costumers) eksternal dari sebuah lembaga pendidikan, mereka memiliki hak untuk tahu dan memastikan jika anak-anak yang telah dan akan mereka ‘titipkan,’ betul-betul memiliki kompetensi dan bekal hidup yang sesuai harapan. Munculnya pertanyaan atau pernyataan tersebut, di satu sisi bersifat pragmatis, sehingga terkesan hanya menuntut dan memperhatikan salah satu aspek saja, yakni kemampuan praktis. Namun di sisi lain, persoalan output memang sudah seharusnya untuk dipertanyakan dan diperhatikan, bukan hanya oleh masyarakat, tetapi juga oleh pihak yang bertindak sebagai penyelenggara pendidikan. Bagi masyarakat, pertanyaan tersebut dapat menjadi bahan kontrol dan evaluasi mereka terhadap proses pendidikan yang dijalankan oleh sebuah lembaga pendidikan. Adapun bagi penyelenggara pendidikan, perhatian yang secara keseluruhan dicurahkan pada semua aspek pendidikan, mulai dari input, proses, output, bahkan sampai pada aspek outcome, maka dengan adanya pertanyaan tentang output pendidikan semakin dapat menambah usaha kerja mereka agar menjadi lebih baik dan selalu meningkat dari waktu ke waktu. Terkait dengan output pendidikan, maka dari tahapan pendidikan yang dimulai dari input, proses, output dan outcome sebagaimana yang disebutkan di atas, ada pertanyaan atau persoalan lain yang tidak kalah penting untuk dikaji, yakni “Apa sesungguhnya yang menentukan kualitas (baik-tidaknya) Output Pendidikan?,” terutama yang dilaksanakan oleh suatu lembaga, seperti sekolah atau perguruan tinggi. Banyak pendapat yang berupaya menjawab persoalan tersebut, dengan masing-masing argumentasinya. Namun yang pasti bahwa pendapat-pendapat yang ada memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Ada yang berpendapat bahwa “input” yang menentukan, karena jika input-nya tidak bermutu maka output-nya pun sulit untuk bermutu. Pendapat ini seolah-olah ingin menyatakan bahwa kalau calon siswa yang masuk ke suatu sekolah itu berkualitas, maka lulusannya secara praktid pun akan berkualutas puls, begitupun sebaliknya. Pendapat lain menyatakan bahwa output pendidikan ditentukan oleh “proses.” Artinya, bagaimanapun kondisi dari input (siswa yang masuk), kalau proses yang menunjangnya tidak berkualitas maka output-nya bisa dipastikan tidak berkualitas. Ada pula yang berpendapat, sarana-prasarana, keuangan lembaga pendidikan, atau yang lainnya yang menentukan output pendidikan.

Dari semua itu, berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan yakni dengan melihat sekolah atau lembaga pendidikan yang telah maju (berhasil?), masing-masing pendapat di atas memiliki bukti yang dijadikan dasar untuk memperkuat argumentasinya. Hanya saja, pendapat yang telah diutarakan tersebut lebih bersifat kasuistik (untuk sekolah-sekolah tertentu) dan tidak bisa diberlakukan untuk semua lembaga pendidikan. Bagi sekolah swasta yang ada di daerah misalnya, dengan input yang berstandar ‘rendah’ dan proses yang tidak didukung sumber daya yang kuat, akankah mereka berputus asa dgn keadaan yg demikian?, apakah mereka harus mundur dari kancah persaingan dengan sekolah-sekolah negeri yang memiliki kelebihan dibanding mereka?. Jika pendapat-pendapat di atas yang digunakan, maka jawabannya mungkin iya. Namun jika ditinjau dari perspektif ilmu manajemen, input dan proses bukanlah aspek yang paling menentukan. Tanpa bermaksud meniadakan pengaruh keduanya terhadap output pendidikan, sesungguhnya aspek yang sangat menentukan dalam membentuk output pendidikan terletak pada STRATEGI yang dibuat. Strategi yg direncanakan dengan baik, tepat dan terarah, serta dijalankan dengan baik pula, sangat berpotensi memberikan output yang sesuai harapan. Tentu aspek proses menjadi bagian dari strategi yang dijalankan, sedangkan bagaimanapun kondisi input yang masuk, maka hal tersebut justru menjadi pertimbangan dalam merancang strategi. Disitulah letak pentingnya Renstra (Rencana Strategis) sebagaimana yang disebutkan dalam manajemen strategik, yang dimulai dari perumuan visi, misi, tujuan, sasaran, target, program, kegiatan, dan seterusnya. /2012/09/15/penentu-output-pendidikan/ ( senin 4 januari 2015 Bagaimana pun kegiatan pembelajaran, sebenarnya ada tiga hal utama hendak diberdayakan yaitu input, proses dan output atau outcome. Kadang, susah membedakan arti kata output dengan outcome. Sehingga pemakaian kedua kata ini sering salah.

Input adalah semua potensi yang ‘dimasukkan’ ke sekolah sebagai modal awal kegiatan pendidikan sekolah tersebut. Berkaitan dengan siswa, input adalah ‘siswa baru’ yang diterima dan siap dididik/diberdayakan. Input kelas VII SMP adalah lulusan SD yang diterima. Input Kelas VIII adalah siswa kelas VII yang naik kelas, dan seterunya. Proses adalah serangkaian kegiatan pendidikan yang dirancang secara sadar dalam usaha meningkatkan kompetensi input demi menghasilkan output dan outcome bermutu. Contoh wujud proses pendidikan formal: pembelajaran, pembinaan mental, pengembangan diri (oleh pihak sekolah), pelatihan, penugasan, dan sebagainya. Output adalah (1) hasil langsung dan segera dari pendidikan (Kaluge,2000) atau (2) jumlah atau units pelayanan yang diberikan atau jumlah orang-orang yang telah dilayani (Margaret C, Martha Taylor dan Michael Hendricks,2002); atau (3) hasil dari aktifitas, kegiatan atau pelayanan dari sebuah program, yang diukur dengan menggunakan takaran volume/banyaknya (NEA, 2000). Outcome adalah

1.

efek jangka panjang dari proses pendidikan misalnya penerimaan di pendidikan lebih lanjut, prestasi dan pelatihan berikutnya, kesempatan kerja, penghasilan serta prestise lebih lanjut (Lauren Kaluge,2000) atau

2. respon partisipan terhadap pelayanan yang diberikan dalam suatu program (Margaret C, Martha Taylor dan Michael Hendricks,2002); atau 3.

dampak, manfaat, harapan perubahan dari sebuah kegiatan atau pelayanan suatu program (NEA, 2000). Dalam definisi lain dikatakan bahwa Output adalah hasil yang dicapai dalam jangka pendek, sedangkan outcome adalah hasil yang terjadi setelah pelaksanaan kegiatan jangka pendek. Untuk membedakan output dengan outcome, perhatikan tabel berikut (misalkan untuk perguruan tinggi jrusan pendidikan matematika) Output

Outcome

Banyak guru matematika yang diwisuda (lulusan sarjana pendidikan)

Tingkat serapan pengguna jasa/lembaga pendidikan terhadap lulusan/diterima sebagai guru/bekerja sesuai profesi

Banyak kegiatan di luar perkuliahan, misalnya penelitian, pengabdian masyarakat

Banyaknya rekomendasi penelitian yang dipakai masyarakat; Banyaknya kegiatan pengabdian yang diapresiasi masyarakat, misalnya perguruan tinggi tersebut selalu diminta membuat seminar, pelatihan, ceramah, bimbingan, dsb

Atau perhatikan ilustrasi berikut:

/2013/10/pengertian-input-proses-output-dan.html KONSEP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan (Bahri dan Zain, 2002: 11). Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, ketrampilan maupun sikap, bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Jadi hakekat belajar adalah perubahan. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:156), belajar adalah proses melibatkan manusia secara orang per-orang sebagai satu kesatuan organisme sehingga terjadi perubahan pada pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Hakekat belajar adalah perubahan dalam tingkah laku si subyek dalam situasi tertentu berkat pengalamannya yang berulang-ulang, dan perubahan tingkah laku tersebut tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon bawaan, kematangan atau keadaan temporer dari subyek. Berbagai pengertian di atas menunjukkan bahwa belajar pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku dari seseorang yang menyangkut pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Belajar merupakan peningkatan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik menjadi lebih baik. Dengan belajar diharapkan peserta didik dapat tumbuh menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab, baik terhadap dirinya, lingkungannya maupun masyarakat di sekitarnya.Pembelajaran

adalah suatu sistem yang terdiri atas komponen input, proses, output dan outcome ( Suwarna, 2006:34). Komponen input sistem pembelajaran dapat berupa siswa, materi, metode, alat, media pembelajaran, dan perangkat-perangkat pembelajaran yang lain. Komponen proses berupa tempat dan aktivitas berinteraksinya berbagai input, baik raw input, instrumental input, maupun environmental input. Output merupakan cerminan langsung maupun tidak langsung dari proses pembelajaran yang

berlangsung.

Output

pembelajaran

dapat

berupa

prestasi

belajar,

perubahan sikap, perilaku, skor atau nilai penguasaan materi suatu mata pelajaran.

Outcome

dalam

sistem

pembelajaran

merupakan

dampak

dihasilkannya output. Jadi outcome merupakan ukuran kebermaknaan output. Banyak pengertian, teori dan prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli yang masing-masing mempunyai persamaan dan perbedaan. Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat kita jadikan pedoman dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan upaya belajarnya maupun bagi guru dalam upaya meningkatkan mengajarnya (Dimyati dan Mudjiono, 2006:42-50 Prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran berkaitan dengan : (1) perhatian dan motivasi, (2) keaktifan, (3) keterlibatan langsung, (4) pengulangan, (5) tantangan, (6) balikan dan penguatan, serta

(7) perbedaan

individual.

Implikasi dari prinsip-prinsip belajar bagi siswa dan guru tampak dalam setiap kegiatan perilaku mereka selama proses pembelajaran berlangsung. Siswa sebagai motor utama dalam kegiatan pembelajaran tidak dapat mengabaikan begitu

saja

adanya

prinsip-prinsip

belajar.

Siswa

akan

berhasil

dalam

pembelajaran jika mereka menyadari implikasi prinsip-prinsip belajar dalam diri mereka. Guru sebagai penyelenggara dan pengelola kegiatan pembelajaran tidak boleh meninggalkan prinsip-prinsip belajar. Implikasi prinsip-prinsip belajar oleh guru tampak pada rencana pembelajaran maupun pelaksanaan kegiatan pembelajarannya. Implikasi ini terwujud dalam perilaku fisik dan psikis mereka. Kesadaran adanya prinsip-prinsip belajar yang terwujud dalam perilaku guru diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilaksanakan.

Paradigma

pembelajaran

di

persekolahan

telah

banyak

mengalami

perubahan, hal ini seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan tersebut di antaranya dari proses pembelajaran yang bersifat behavioristik menjadi yang bersifat konstruktivisme ( Suyahman, 2006:187). Siswa

belajar

lingkungannya.

berarti

Ada

menggunakan

beberapa

ahli

berbagai

yang

kemampuan

mempelajari

terhadap

ranah-ranah

atau

kemampuan tersebut Ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara

umum

diklasifikasikan

menjadi

tiga, yaitu : ranah kognitif, ranah

afektif dan ranah psikomotorik (Davies, Jarolimek, dan Foster dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006: 201). Dimyati dan Mudjiono (2006: 26-30) menguraikan bahwa ranah kognitif terdiri dari enam jenis perilaku : (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6) evaluasi. Keenam jenis perilaku itu bersifat hierarkis, artinya perilaku pengetahuan tergolong terendah, dan perilaku evaluasi adalah yang tertinggi. Perilaku yang terendah merupakan perilaku yang “harus” dimiliki terlebih dahulu sebelum mempelajari perilaku yang lebih tinggi. Ranah afektif terdiri dari lima perilaku : (1) penerimaan, (2) partisipasi, (3) penilaian dan penentuan sikap, (4) organisasi, dan (5) pembentukan pola hidup. Kelima jenis perilaku tersebut juga bersifat hierarkis. Perilaku penerimaan merupakan jenis perilaku terendah dan perilaku pembentukan pola hidup merupakan jenis perilaku tertinggi. Ranah psikomotorik terdiri dari tujuh jenis perilaku : (1) persepsi, (2) kesiapan, (3) gerakan terbimbing, (4) gerakan yang terbiasa, (5) gerakan kompleks, (6) penyesuaian pola gerakan, dan (7) kreatifitas. Ketujuh jenis perilaku tersebut mengandung urutan taraf keterampilan yang berangkaian. Kemampuan-kemampuan tersebut merupakan urutan fase-fase dalam proses belajar motorik. Belajar kemampuan-kemampuan psikomotorik, belajar berbagai kemampuan gerak dapat dimulai dengan kepekaan memilah-milah sampai dengan kreatifitas pola gerak baru. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan psikomotorik mencakup kemampuan fisik dan mental. )