Blog

Desain Kurikulum Anatomi Kurikulum

Menurut Oemar Hamalik (1993) pengertian Desain adalah suatu petunjuk yang memberi dasar, arah, tujuan dan teknik yang ditempuh dalam memulai dan melaksanakan kegiatan.

Desain biasa diterjemahkan sebagaiseniterapan,arsitektur, dan berbagai pencapaian kreatif lainnya. Dalam sebuah kalimat, kata “desain” bisa digunakan baik sebagaikata bendamaupunkata kerja. Sebagai kata kerja, “desain” memiliki arti “proses untuk membuat dan menciptakan obyek baru”. Sebagai kata benda, “desain” digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana,proposal, atau berbentuk obyek nyata.Penggunaan istilahdesignatau desain bermula dari gambar teknik arsitektur (gambar potong untuk bangunan) serta di awal perkembangan, istilah desain awalnya masih berbaur dengan seni dan kriya. Dimana, pada dasarnya seni adalah suatu pola pikir untuk membentuk ekpresi murni yang cenderung fokus pada nilai estetis dan pemaknaan secara privasi.

Sedangkan desain memiliki pengertian sebagai suatu pemikiran baru atas fundamental seni dengan tidak hanya menitik-beratkan pada nilai estetik, namun juga aspek fungsi dan latar industri secara massa, yang memang pada realitanya pengertian desain tidak hanya digunakan dalam dunia seni rupa saja, namun juga dalam bidang teknologi, rekayasa, dll.

Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggarapendidikanyang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan.Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan kerja. Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.

Istilah kurikulum (curriculum) adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa yunani. Pada awalnya istilah ini digunakan untuk dunia olahraga, yaitu berupa jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari.

Pada masa yunani dahulu kata istilah “kurikulum” digunakan untuk menunjukkan tahapan-tahapan yang dilalui atau ditempuh oleh seorang pelari dalam perlombaan lari estafet yang dikenal dalam dunia atletik. Dalam proses lebih lanjut istilah ini ternyata mengalami perkembangan sehingga penggunaan istilah ini meluas dan merambah ke dunia pendidikan. Sejauh ini belum diketahui secara pasti kapan istilah kurikulum masuk ke dunia pendidikan. Demikian pula mengenai tokoh yang berkuasa pada masa itu yang berjasa dalam mengangkat istilah kurikulum ke dunia pendidikan secara meyakinkan belum ditemukan dari sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dari sisi etimologi’ kata “kurikulum” (curriculum) terambil dari bahasa latin yang memiliki makna yang sama dengan kata “rarecourse” (gelanggang perlombaan). Kata “curriculum” dalam bentuk kata kerja yang dalam bahasa latin dikenal dengan istilah “curere” mengandung arti “menjalankan perlombaan” (running of the race).

Definisi kurikulum secara umum dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Pasal 1 Ayat 13 tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Sedangkan dari sudut terminologinya, istilah kurikulum digunakan dalam berbagai versi. Zais menggunakan istilah kurikulum untuk menunjukkan dua hal yang disebutnya sebagai;

1. rencana pendidikan untuk siswa (plan for the education of learners)

Kurikulum sebagai rencana pendidikan untuk siswa biasa disebut sebagai kurikulum untuk suatu sekolah. Kurikulum dalam pengertian ini mencakup mata pelajaran yang tercakup ke dalam lapangan kurikulum (the curriculum field).

2. lapangan studi (field of study).

kurikulum sebagai lapangan studi (as a field of study) oleh para ahli kurikulum diberi batasan sebagai berikut;

a) Studi yang berhubungan dengan struktur substantif dari setiap rnata pelajaran

b) Prosedur penyelidikan praksis-praksis yang berhubungan dengan struktur sintaksis (kurikulum). Lebih jelasnya dapat ditegaskan bahwa kurikulum sebagai lapangan studi mencakup:

1) mata pelajaran yang disajikan dalam kurikulum,

2) proses-proses mata pelajaran yang berhubungan dengan perubahan dan pengembangan kurikulum.

Desain Kurikulum adalah hasil dari sebuah proses pengkaitan tujuan pendidikan dengan pemilihan dan pengorganisasian isi kurikulum. Ada beberapaPengertianDesain Kurikulum menurut para ahli, diantaranya adalah :

1) Menurut Oemar Hamalik (1993) pengertian Desain adalah suatu petunjuk yang memberi dasar, arah, tujuan dan teknik yang ditempuh dalam memulai dan melaksanakan kegiatan.

2) Menurut Nana S. Sukmadinata (2007:113) desain kurikulum adalah menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen kurikulum. Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horizontal dan vertikal. Dimensi horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Sedangkan dimensi vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran.

3) Menurut Longstrteet (1993) Desain kurikulum ini merupakan desain kurikulum yang berpusat pada pengetahuan (the knowledge centered design) yang dirancang berdasarkan struktur disiplin ilmu, oleh karena itu model desain ini dinamakan juga model kurikulum subjek akademis yang penekanannya diarahkan untuk pengembangan itelektual siswa.

4) Menurut Mc Neil (1990) Desain kurikulum ini berfungsi untuk mengembangkan proses kognitif atau pengembangan kemampuan berfikir siswa melalui latihan menggunakan gagasan dan melakukan proses penelitian ilmiah.

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Desain kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan pendidikan. Dalam desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari kurikulum, hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya, prinsip­prinsip pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan dalam pelaksa­naannya.

Tujuan dibuatnya kurikulum adalah terjadinya perubahan pada perilaku peserta. Dalam hal ini, sebuah komisi di Amerika Serikat telah mencoba membuat semacam klasifikasi tujuan yang mungkin ada dalam pendidikan yang terkenal dengan nama Taksonomi Bloom.

Daftar lengkap Taksonomi Bloom akan dirinci sekaligus keterangannya di bahasan selanjutnya. Untuk menggambarkan tiap jenis, digunakan kata kerja (infinitive) yang khas, serta objek langsung (direct object) yang khas pula. Apabila kita membuat sebuah kurikulum, kita hanya sampai kepada tujuan umum. Namun dalam pelaksanaan, kita memerlukan semacam perencanaan lagi berupa suatu unit pengajaran / training. Pada saat itulah kita harus menjabarkan tujuan umum ke dalam tujuan-tujuan khusus berdasarkan infinitif dan objek langsungnya.

2.3Sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia

Berbicara mengenai sejarah berarti kita membicarakan mengenai keadan yang telah berlalu di masa lalu, begitu halnya jika kita membahas mengeni sejarah kurikulum Indonsia berarti kita akan membahas mengenai perkembangan kurikulum di Indonesia dari beberapa periode atau zaman.

Kurikulum pada hakekatnya adalah alat pendidikan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum akan searah dengan tujuan pendidikan, dan tujuan pendidikan searah dengan perkembangan tuntutan dan kebutuhan masyarakat (Sanjaya, 2007). Dalam dunia pendidikan kita, sampai sekarang masih beredar di masyarakat sebuah pameo, “ganti menteri, ganti aturan.” Saking biasanya, maka ketika muncul sebuah aturan (baca: kurikulum) baru, masyarakat menjadi tidak kaget lagi. Berikut ini beberapa perkembangan kurikulum di Indonesia

` 1) Pendidikan Sebelum Masa Kolonialisme

Pada saat zaman hindu budha, pendidikan hanya dinikmati oleh kelas Brahmana, yang merupakan kelas teratas dalam kasta Hindu. Mereka umumnya belajar teologi, sastra, bahasa, ilmu pasti, dan ilmu seni bangunan. Sejarah mencatat, kerajaan-kerajaan Hindu seperti Kalingga, Kediri, Singosari, dan Majapahit, melahirkan para empu, punjangga, karya sastra, dan seni yang hebat.

Padepokan adalah model pendidikan zaman hindu yang dikelola oleh seorang guru/bengawan dan murid/cantrik mempelajari ilmu bersifat umum, religius, dan juga kesaktian. Murid di Padepokan bisa keluar masuk bila merasa cukup atau tidak puas dengan pengajaran guru.

Pada zaman penyebaran Islam, pola pendidikan bernapaskan islam menyebar dan mewarnai penyelenggaraan pendidikan. Pusat-pusat pendidikan tesebar di langgar, surau, meunasah (madrasah), masjid, dan pesantren. Pesantren adalah lembaga pendidikan formal tertua di Indonesia. Pesantren diajar oleh seorang kyai, dan santri/murid tinggal di pondok/asrama di sekitar pesantren. Jumlah pondok pesantren cukup banyak tersebar di Jawa, Aceh, dan sumatera selatan.

2)Pendidikan Masa Kolonialisme

Pada masa penjajahan Portugis didirikan sekolah-sekolah misionaris. Portugis mendirikan sekolah seminari di Ambon, Maluku, dan sebagian Nusa Tenggara Timur. Belanda pada awal kedatangannya pun melakukan hal yang sama dengan Portugis. Pendidikan banyak ditangani oleh kalangan gereja kristen dengan bendera Nederlands Zendelingen Gennootschap (NZG).

Pasca politik etis, Belanda mengucurkan dana pendidikan yang banyak dan bertambah setiap tahunnya, tetapi tujuannya untuk melestrarikan penjajahan di Indonesia.

Pada masa penjajahan Belanda, setidaknya ada tiga sistem pendidikan dan pengajaran yang berkembang saat itu. Pertama, sistem pendidikan Islam yang diselenggarakan perantren. Kedua, sistem pendidikan Belanda. Sistem pendidikan Belanda diatur dengan prosedur yang ketat dari mulai aturan siswa, pengajar, sistem pengajaran, dan kurikulum. Sistem prosedural seperti ini sangat berbeda dengan sistem prosedural pada sistem pendidikan islam yang telah dikenal sebelumnya.

Sistem pendidikan belanda pun bersifat diskriminatif. Sekolah-sekolah dibentuk dengan membedakan pendidikan antara anak Belanda, anak timur asing, dan anak pribumi. Golongan pribumi ini masih dipecah lagi menjadi masyarakat kelas bawah dan priyayi. Susunan persekolahan zaman kolinial adalah sebagai berikut (Sanjaya, 2007:207):

a. Persekolahan anak-anak pribumi untuk golongan non priyayi menggunakan pengantar bahasa daerah, namanya Sekolah Desa 3 tahun. Mereka yang berhasil menamatkannya boleh melajutkan ke Sekolah Sambungan (Vervolg School) selama 2 tahun. Dari sini mereka bisa melanjutkan ke Sekolah Guru atau Mulo Pribumi selama 4 tahun, inilah sekolah paling atas untuk bangsa pribumi biasa. Untuk golongan pribumi masyarakat bangsawan bisa memasukiHis Inlandsche Schoolselama 7 tahun, Mulo selama 3 tahun, danAlgemene Middlebare School(AMS) selama 3 tahun.

b. Untuk orang timur asing disediakan sekolah seperti Sekolah Cina 5 tahun dengan pengantar bahasa Cina,Hollandch Chinese School(HCS) yang berbahasa Belanda selama 7 tahun. Siswa HCS dapat melanjutkan ke Mulo.

c. Sedangkan untuk orang Belanda disediakan sekolah rendah sampai perguruan tinggi, yaitu Eropese Legere School 7 tahun, sekolah lanjutan HBS 3 dan 5 tahun Lyceum 6 tahun, Maddelbare Meisjeschool 5 tahun, Recht Hoge School 5 tahun, Sekolah kedokteran tinggi 8,5 tahun, dan kedokteran gigi 5 tahun.

Pemerintah kolonial sebenarnya tidak berniat mendirikan universitas tetapi akhirnya mereka mendirikan universitas untuk kebutuhan mereka sendiri seperti Rechts Hogeschool (RH) dan Geneeskundige Hogeschool di Jakarta. Di Bandung, pemerintah kolonial mendirikan Technische Hogeschool (TH). Kebanyakan dosen TH adalah orang Belanda. Menurut Soenarta (2005) kaum inlanders atau pribumi agak sulit untuk masuk ke sekolah-sekolah tinggi itu. Ketika almarhum Prof Roosseno lulus TH, jumlah lulusan yang bukan orang Belanda hanya tiga orang, yaitu Roosseno dan dua orang lagi vreemde oosterling alias keturunan Tionghoa.

Kurikulum pendidikan Belanda dideisain untuk melestarikan penjajahan di Indonesia, maka pada kurikulum pun dikenalkan kebudayaan Belanda, juga penekan hanya pada menulis dengan rapi, membaca, dan berhitung, yang keterampilan ini sangat bermanfaat untuk diperbantukan pada Pemerintah Belanda dengan gaji yang sangat rendah. Anak-anak Indonesia pada zaman itu tidak diperkenalkan dengan budayanya sendiri dan potensi bangsanya.

Ketiga, sekolah yang dikembangkan tokoh pendidikan nasional seperti KH Ahmad Dahlan dan Ki Hajar Dewantara. K.H Achmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah yang menggunakan sistem pendidikan barat dengan menambanhkan pelajaran agama islam. Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa dengan membuat sistem pendidikan yang berakar pada budaya dan filosofi hidup Jawa, yang kemudian dianggap sebagai sistem pengajaran dan pendidikan nasional.

Pada masa Jepang, pendidikan diarahkan untuk menyediakan prajurit yang siap berperang di perang Asia Timur Raya. Peggolongan sekolah berdasarkan status soaial yang dibangun Belanda dihapuskan. Pendidikan hanya digolongkan pada pendidikan dasar 6 tahun, pendidikan menengah pertama, dan pendidikan menegah tinggi yang masing-masing tiga tahun, serta pendidikan tinggi. Sekolah Rendah diganti nama menjadi Sekolah Rakyat (Kokumin Gakko), Sekolah Menengah Pertama (Shoto Chu Gakko), dan Sekolah Mengengah Tinggi (Koto Chu Gakko).

Hampir semua pendidikan tinggi yang ada pada zaman Belanda ditutup, kecuali Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta, dan Sekolah Teknik Tinggi di Bandung. Pada masa peralihan dari Jepang ke Sekutu, ketika proklamasi dikumandangkan, dibentuklah Panitia Penyelidik Pengajaran RI yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara. Lembaga ini melahirkan rumusan pertama sistem pendidikan nasional, yakni pendidikan bertujuan menekankan pada semangat dan jiwa patriotisme. Kemudian disusun pula pembaruan kurikulum pendidikan dan pengajaran.

Kurikulum sekolah dasar lebih mengutamakan pendekatan filosofis-ideologis. Proses penyunsunan singkat dan tentu saja tanpa disertai data empiris. Penetapan isi kurikulum di masa permulaan kemerdekaan itu berdasarkan asumsi belaka. Setelah Indonesia merdeka dalam pendidikan dikenal beberapa masa pemberlakuan kurikulum yaitu kurikulum sederhana ( ), pembaharuan kurikulum (1968 dan 1975), kurikulum berbasis keterampilan proses (1984 dan 1994), dan kurikulum berbasis kompetensi 2004 kurikulum tingkat satuan pemdidikan 2006 dan kurikulum )KURIKULUM SEDERHANA ( )

Rencana Pelajaran 1947 Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakanleer plan (rencana pelajaran)ketimbang istilahcurriculumdalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda.

Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950.

Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran.

Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama.

Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.

Pada akhir era kekuasaan Soekarno, kurikulum pendidikan yang lalu diubah menjadi Rencana Pendidikan 1964. Isu yang berkembang pada rencana pendidikan 1964 adalah konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif.

Konsep pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri pemecahan persoalan (problem solving). Rencana Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral, yang kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana.

Disebut Pancawardhana karena lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan, emosional/artisitk, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah.

Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegitan di bidang kebudayaan, kesenian, olahraga, dan permainan, sesuai minat siswa. Kurikulum 1964 adalah alat untuk membentuk manusia pacasialis yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat seperti pada ketetapan MPRS No II tanun 1960.

Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor bagi kelas I dan II yang asalnya berupa skor 10 – 100 menjadi huruf A, B, C, dan D. Sedangkan bagi kelas II hingga VI tetap menggunakan skor 10 – 100.

Kurikulum 1964 bersifatseparate subject curriculum,yang memisahkan mata pelajaran berdasarkan lima kelompok bidang studi (Pancawardhana).

4)PEMBAHARUAN KURIKULUM 1968 dan Kurikulum 1968 lahir dengan pertimbangan politik ideologis. Tujuan pendidikan pada kurikulum 1964 yang bertujuan menciptakan masyarakat sosialis Indonesia diberangus, pendidikan pada masa ini lebih ditekankan untuk membentuk manusia pancasila sejati.

Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi pelajaran pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan.

Bidang studi pada kurikum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar: pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah mata pelajarannya 9, yang memuat hanya mata pelajaran pokok saja.

Muatan materi pelajarannya sendiri hanya teoritis, tak lagi mengkaitkannya dengan permasalahan faktual di lingkungan sekitar. Metode pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pendidikan dan psikologi pada akhir tahun 1960-an. Salah satunya adalah teori psikologi unsur. Contoh penerapan metode pembelajarn ini adalah metode eja ketika pembelajaran membaca.

Dibandingkan kurikulum sebelumnya, kurikulum ini lebih lengkap, jika dilihat dari pedoman yang dikembangkan dalam kurikulum tersebut. Pada kurikulum SD 7 unsur pokok yang disajikan dalam 3 buku. Tujuh unsur pokok tersebut adalah dasar, tujuan, dan prinsip; struktur program kurikulum; GBPP; sistem penyajian; sistem penilaian; sistem bimbingan dan penyuluhan; pedoman supervisi dan administrasi. Pembuatan buku pedoman, pada kurikulum selanjutnya tetap dipertahankan.

Pendekatan kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efesien, yang mempengaruhinya adalah konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (Management by Objective). Melalui kurikulum 1968 tujuan pembelajaran setiap mata pelajaran yang terkandung pada kurikulum 1968 lebih dipertegas lagi.

Metode, materi, dan tujuan pengajarannya tertuang secara gambalang dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Melalui PPSI kemudian lahir satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan bahasan memiliki unsur-unsur: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi.

Kurikulum 1975 didasari konsep SAS (Structural, analysis, sintesis). Anak menjadi pintar karena paham dan mampu menganalisis sesuatu yang dihubungkan dengan mata pelajaran di sekolah.

5)KURIKULUM KETERAMPILAN PROSES

Kurikulum 1984 mengusung process skill approach, yang senada dengan tuntukan GBHN 1983 bahwa pendidikan harus mampu mencetak tenaga terdidik yang kreatif, bermutu, dan efisien bekerja.

Kurikulum 1984 tidak mengubah semua hal dalam, kurikulum 1974, meski mengutamakan proses tapi faktor tujuan tetap dianggap penting. Oleh karena itu kurikulum 1984 disebut kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi Siswa dalam kurikulum 1984 diposisikan sebagai subyek belajar. Dari hal-hal yang bersifat mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan, menjadi bagian penting proses belajar mengajar, inilah yang disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).

CBSA didasarkan pada disertasi Conny R. Semiawan, yang didasarkan pada pandangan Sikortsky, yang menelorkan Zone of Proximality Development. Teori yang mengatakan bahwa setiap manusia mempunyai potensi dan potensi itu dapat teraktualisasi melalui ketuntasan belajar tertentu. Tetapi antara potensi dan aktualisasi terdapat daerah abu-abu (grey area), guru berkewajiban menjadikan daerah abu-abu ini dapat teraktualisasi. Caranya dengan belajar kelompok.

Lahirnya UU No 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional, merupakan pemicu lahirnya kurikulum 1994. Menurut UU tersebut, pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdasakan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manisia beriman dan bertakwa kepada tuhan yang mahaesa, berbudi luhur, memeliki keterampilan dan pengetahuan, kessehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Pada kurikulum 1994, pendidikan dasar dipatok menjadi sembilan tahun (SD dan SMP). Berdasarkan struktur kulikulum, kurikulum 1994 berusaha menyatukan kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1975 dengan pendekatan tujuan dan kurikulum 1984 dengan tujuan pendekatan proses. Pada kurikulum ini pun dimasukan muatan lokal, yang berfungsi mengembangkan kemampuan siswa yang dianggap perlu oleh daerahnya. Pada kurikulum ini beban belajar siswa dinilai terlalu berat, karena ada muatan nasional dan lokal. Walaupun ada suplemen 1999 seiring dengan tuntutan reformasi, namun perubahan tidak total.

6)KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

Kurikulum 2004 lebih populer dengan sebutan KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi). Lahir sebagai respon dari tuntutan reformasi, diantaranya UU No tentang pemerintahan daerah, UU No 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, dam Tap MPR No IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan pendidikan nasional. KBK tidak lagi mempersoalkan proses belajar, proses pembelajaran dipandang merupakan wilayah otoritas guru, yang terpenting pada tingkatan tertentu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi dimaknai sebagai perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir, dan bertindak. Seseorang telah memiliki kompetensi dalam bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari.

Kompetensi mengandung beberapa aspek, yaitu knowledge, understanding, skill, value, attitude, dan interest. Dengan mengembangkan aspek-aspek ini diharapkan siswa memahami, mengusai, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari materi-materi yang telah dipelajarinya.

Adapun kompentensi sendiri diklasifikasikan menjadi: kompetensi lulusan (dimilik setelah lulus), kompetensi standar (dimiliki setelah mempelajari satu mata pelajaran), kompetensi dasar (dimiliki setelah menyelesaikan satu topik/konsep), kompetensi akademik (pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikan persoalan), kompetensi okupasional (kesiapan dan kemampuan beradaptasi dengan dunia kerja), kompetensi kultural (adaptasi terhadap lingkungan dan budaya masyarakat Indonesia), dan kompetensi temporal (memanfaatkan kemampuan dasar yang dimiliki siswa.

KBK dinilai lebih unggul daripada kurikulum 1994,Beberapa keunggulan KBK dibandingkan kurikulum 1994 adalah:

versi UNESCO: learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be

Silabus ditentukan secara seragam

Peran serta guru dan siswa dalam proses pembelajaran, silabus menjadi kewenagan guru.

32 jam perminggu, tetapi jumlah mata pelajaran belum bissa dikurangi

Lahir metode pembelajaran PAKEM dan CTL

Lebih menitik beratkan pada aspek kognitif

Penilaian memadukan keseimbangan kognitif, psikomotorik, dan afektif, dengan penekanan penilaian berbasis kelas

KBK memiliki empat komponen, yaitu kurikulum dan hasil belajar (KHB), penilaian berbasis kelas (PBK), kegiatan belajar mengajar (KBM), dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah (PKBS). KHB berisi tentang perencaan pengembangan kompetensi siswa yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai usia 18 tahun.

7)KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP 2006)

Kurikulum 2006 adalah penyempurnaan dari KBK yang telah diuji coba kelayakannya secara publik, melalui beberapa sekolah yang menjadipilot project. Menurut Jalal (2006) KBK tidak resmi, hanya uji coba yang diterapkan di sekitar 3.000 sekolah se- Indonesia.

KTSP sendiri lahir sebagai respon dari UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, terutama pasal 36 ayat 1 dan 2.

KTSP bertujuan memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan. Prinsip pengembangan KTSP adalah:

1. Berpusat pada potensi, pengembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik, dan lingkungannya.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan

5. Menyeluruh dan berkesinambungan

6. Belajar sepanjang hayat

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Secara falsafati, pendidikan adalah proses panjang dan berkelanjutan untuk mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi sesama, bagi alam semesta, beserta segenap isi dan peradabannya.

Dalam UU Sisdiknas, menjadi bermanfaat itu dirumuskan dalam indikator strategis, seperti beriman-bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam memenuhi kebutuhan kompetensi Abad 21, UU Sisdiknas juga memberikan arahan yang jelas, bahwa tujuan pendidikan harus dicapai salah satunya melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi lulusan program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga yang dihasilkan adalah manusia seutuhnya. Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi himpunan kompetensi dalam tiga ranah kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan). Di dalamnya terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki seseorang agar dapat menjadi orang beriman dan bertakwa, berilmu, dan seterusnya.

Mengingat pendidikan idealnya proses sepanjang hayat, maka lulusan atau keluaran dari suatu proses pendidikan tertentu harus dipastikan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya secara mandiri sehingga esensi tujuan pendidikan dapat dicapai.

Dalam usaha menciptakan sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang baik, proses panjang tersebut dibagi menjadi beberapa jenjang, berdasarkan perkembangan dan kebutuhan peserta didik. Setiap jenjang dirancang memiliki proses sesuai perkembangan dan kebutuhan peserta didik sehingga ketidakseimbangan antara input yang diberikan dan kapasitas pemrosesan dapat diminimalkan.

Sebagai konsekuensi dari penjenjangan ini, tujuan pendidikan harus dibagi-bagi menjadi tujuan antara. Pada dasarnya kurikulum merupakan perencanaan pembelajaran yang dirancang berdasarkan tujuan antara di atas. Proses perancangannya diawali dengan menentukan kompetensi lulusan (standar kompetensi lulusan). Hasilnya, kurikulum jenjang satuan pendidikan.

Dalam teori manajemen, sebagai sistem perencanaan pembelajaran yang baik, kurikulum harus mencakup empat hal. Pertama, hasil akhir pendidikan yang harus dicapai peserta didik (keluaran), dan dirumuskan sebagai kompetensi lulusan. Kedua, kandungan materi yang harus diajarkan kepada, dan dipelajari oleh peserta didik (masukan/standar isi), dalam usaha membentuk kompetensi lulusan yang diinginkan. Ketiga, pelaksanaan pembelajaran (proses, termasuk metodologi pembelajaran sebagai bagian dari standar proses), supaya ketiga kompetensi yang diinginkan terbentuk pada diri peserta didik. Keempat, penilaian kesesuaian proses dan ketercapaian tujuan pembelajaran sedini mungkin untuk memastikan bahwa masukan, proses, dan keluaran tersebut sesuai dengan rencana.

Pemikiran pengembangan Kurikulum 2013 seperti diuraikan di atas dikembangkan atas dasar taksonomi-taksonomi yang diterima secara luas, kajian KBK 2004 dan KTSP 2006, dan tantangan Abad 21 serta penyiapan Generasi 2045. Dengan demikian, tidaklah tepat apa yang disampaikan Elin Driana, “Gawat Darurat Pendidikan” (Kompas, 14/12/2012) yang mengharapkan sebelum Kurikulum 2013 disahkan, baiknya dilakukan evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya.

Mengatakan tidak ada masalah dengan kurikulum saat ini adalah kurang tepat. Sebagai contoh, hasil pembandingan antara materi TIMSS 2011 dan materi kurikulum saat ini, untuk mata pelajaran Matematika dan IPA, menunjukkan, kurang dari 70 persen materi TIMSS yang telah diajarkan sampai dengan kelas VIII SMP.

Belum lagi rumusan kompetensi yang belum sesuai dengan tuntutan UU dan praktik terbaik di dunia, ketidaksesuaian materi matapelajaran dan tumpang tindih yang tidak diperlukan pada beberapa materi matapelajaran, kecepatan pembelajaran yang tidak selaras antarmata pelajaran, dangkalnya materi, proses, dan penilaian pembelajaran, sehingga peserta didik kurang dilatih bernalar dan berfikir.

2.4Prinsip-prinsip desain kurikulum

Saylor (Hamalik:2007) mengajukan delapan prinsip ketika akan mendesain kurikulum, prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

a. Desain kurikulum harus memudahkan dan mendorong seleksi serta pengembangan semua jenis pengalaman belajar yang esensial bagi pencapaian prestasi belajar, sesuai dengan hasil yang diharapkan.

b. Desain memuat berbagai pengalaman belajar yang bermakna dalam rangka merealisasikan tujuan–tujuan pendidikan, khususnya bagi kelompok siswa yang belajar dengan bimbingan guru;

c. Desain harus memungkinkan dan menyediakan peluang bagi guru untuk menggunakan prinsip-prinsip belajar dalam memilih, membimbing, dan mengembangkan berbagai kegiatan belajar di sekolah;

d. Desain harus memungkinkan guru untuk menyesuaikan pengalaman dengan kebutuhan, kapasitas, dan tingkat kematangan siswa

e. Desain harus mendorong guru mempertimbangkan berbagai pengalaman belajar anak yang diperoleh diluar sekolah dan mengaitkannya dengan kegiatan belajar di sekolah.

f. Desain harus menyediakan pengalaman belajar yang berkesinambungan, agar kegiatan belajar siswa berkembang sejalan dengan pengalaman terdahulu dan terus berlanjut pada pengalaman berikutnya.

g. Kurikulum harus di desain agar dapat membantu siswa mengembangkan watak, kepribadian, pengalaman, dan nilai-nilai demokrasi yang menjiwai kultur.

h. Desain kurikulum harus realistis, layak, dan dapat diterima.

Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan desain pembelajaran pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum pembelajaran. Desain pembelajaran dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu unit diklat sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum pembelajaran yang digunakan di unit diklat lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu desain pembelajaran. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum atau desain pembelajaran yang dibagi ke dalam dua kelompok :

1) Prinsip-prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas;

2) Prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.

Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) menjabarkan secara lebih lanjut kelima prinsip umum dalam pengembangan instruksional seperti tersebut di atas sebagai berikut.

1. Prinsip relevansi : secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebut memiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta diklat (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).

2. Prinsip fleksibilitas : dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta diklat.

3. Prinsip kontinuitas : yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antarjenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.

4. Prinsip efisiensi : yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.

5. Prinsip efektivitas : yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.

ü Prinsip-Prinsip Khusus dalam Desain pembelajaran dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan: ketentuan/kebijakan pemerintah; survey persepsiuser; survey pandangan para ahli atau nara sumber; pengalaman badan pemerintah yang lain atau dari negara lain; penelitian sebelumnya

2. Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan: penjabaran tujuan ke dalam bentuk pengalaman belajar yang diharapkan; isi meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan disusun berdasarkan urutan logis dan sistematis

3. Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar: keselarasan pemilihan metode; memperhatikan perbedaan individual ; pencapaian aspek kognitif, afektif, dan skills.

4. Prinsip berkenaan dengan pemilihan media: ketersediaan alat yang sesuai dengan situasi; pengorganisasian alat dan bahan; pengintegrasian ke dalam proses

5. Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian: kesesuaian dengan isi dan tingkat perkembangan peserta diklat; waktu; administrasi penilaian;

ü Depdiknas (2008) menjelaskan bahwa prinsip-prinsip pengembangan kurikulum dapat mempertimbangkan aspek-aspek berikut ini :

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan siswa dan lingkungannya

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa siswa memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik siswa, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender.

3. Tanggap terhadap perkembangan iptek dan seni

Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis.Karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar siswa untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan

Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja.

5. Menyeluruh dan berkesinambungan

Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

6. Belajar sepanjang hayat

Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2.5Bentuk-bentuk desain kurikulum

Berdasarkan dengan apa yang menjadi fokus pengajaran, sekurang-kurangnya dikenal tiga pola desain kurikulum, yaitu:

1) Subject contered design, suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar.

2) Learner centered design, suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa.

3) Problems centered design, desain kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat.

1. Subject Centered Design

Subject centered design curriculum merupakan bentuk desain yang paling popular, paling tua dan paling banyak digunakan. Dalam subject centered design, kurikulum di pusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata-mata pelajaran, dan mata-mata pelajaran tersebut diajarkan secara terpisah-pisah. Karena terpisah-pisahnya itu maka kurikulum ini disebut juga separated subject curriculum. Subject centered design berkembang dari konsep pendidikan klasik yang menekankan pengetahuan, nilai-nilai dan warisan budaya masa lalu, dan berupaya untuk mewariskannya kepada generasi berikutnya. Karena mengutamakan isi atau bahan ajar atau subject matter tersebut, maka desain kurikulum ini disebut juga subject academic curriculum. Model design curriculum ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan dari model desain kurikulum ini adalah :

· Mudah disusun, dilaksanakan, dievaluasi, dan disempurnakan.

· Para pengajarnya tidak perlu disiapkan khusus, asal menguasai ilmu atau bahan yang diajarkan sering dipandang sudah dapat menyampaikannya.

Beberapa kritik yang juga merupakan kekurangan model desain ini, adalah :

· Karena pengetahuan diberikan secara terpisah-pisah, hal itu bertentangan dengan kenyataan, sebab dalam kenyataan pengetahuan itu merupakan satu kesatuan,

· Karena mengutamakan bahan ajar maka peran peserta didik sangat pasif,

· Pengajaran lebih menekankan pengetahuan dan kehidupan masa lalu, dengan demikian pengajaran lebih bersifat verbalistis dan kurang praktis. Atas dasar tersebut, para pengkritik menyarankan perbaikan ke arah yang lebih terintegrasi, praktis, dan bermakna serta memberikan peran yang lebih aktif kepada siswa.

Ada tiga bentuk Subject centered design yaitu :

The subject design curriculum merupakan bentuk desain yang paling murni dari subject centered design. Materi pelajaran disajikan secara terpisah-pisah dalam bentuk mata-mata pelajaran. Model desain ini telah ada sejak lama. Orang-orang Yunani dan kemudian Romawi mengembangkan Trivium dan Quadrivium. Trivium meliputi gramatika, logika, dan retorika, sedangkan Quadrivium meliputi matematika, geometri, astronomi, dan musik. Pada saat itu pendidikan tidak diarahkan pada mencari nafkah, tetapi pada pembentukan pribadi dan status social (Liberal Art). Pendidikan hanya diperuntukkan bagi anak-anak golongan bangsawan yang tidak usah berkerja mencari nafkah.

Pada abad 19 pendidikan tidak lagi diarahkan pada pendidikan umum (Liberal Art), tetapi pada pendidikan yang lebih yang bersifst praktis. Berkenaan dengan mata pencaharian (pendidikan vokasional). Pada saat itu mulai berkembang mata-mata pelajaran fisika, kimia, biologi, bahasa yang masih bersifat teoretis, juga berkembang mata-mata pelajaran praktis seperti pertanian, ekonomi, tata buku, kesejahteraan keluarga, keterampilan dan lain-lain. Isi pelajaran diambil dari pengetahuan, dan nilai-nilai yang telah ditemukan oleh ahli-ahli sebelumnya. Para siswa dituntut untuk mengetahui semua pengetahuan yang diberikan, apakah mereka menyenangi atau tidak, membutuhkannya atau tidak. Karena pelajaran-pelajaran tersebut diberikannya secara terpisah-pisah, maka siswa mengetahuinya pun terpisah-pisah pula. Tidak jarang siswa menguasai bahan hanya pada tahap hafalan, bahan dikuasai secara verbalistis.

Lebih rinci kelemahan-kelemahan bentuk kurikulum ini adalah :

1) Kurikulum memberikan pengetahuan terpisah-pisah, satu terlepas dari yang lainnya.

2) Isi kurikulum diambil dari masa lalu, terlepas dari kejadian-kejadian yang hangat, yang sedang berlangsung saat sekarang.

3) Kurikulum ini kurang memperhatikan minat, kebutuhan dan pengalaman para perserta didik.

4) Isi kurikulum disusun berdasarkan sistematika ilmu sering menimbulkan kesukaran di dalam mempelajari dan menggunakannya.

5) Kurikulum lebih mengutamakan isi dan kurang memperhatikan cara penyampain. Cara penyampaian utama adalah ekspositori yang meyebabkan peranan siswa pasif.

Meskipun ada kelemahan-kelemahan di atas, bentuk desain kurikulum ini mempunyai beberapa kelebihan. Karena kelebihan-kelebihan tersebut bentuk kurikulum ini lebih banyak dipakai.

1) Karena materi pelajaran diambil dari ilmu yang sudah tersusun secara sitematis logis, maka penyusunannya cukup mudah.

2) Bentuk ini sudah dikenal lama, baik oleh guru-guru maupun orang tua, sehingga lebih mudah untuk dilaksanakan.

3) Bentuk ini memudahkan para perserta didik untuk mengikuti pendidikan di perguruan tinggi, sebab pada perguruan tinggi umumnya digunakan bentuk ini.

4) Bentuk ini dapat dilaksanakan secara efisien, karena metode utamanya adalah metode ekspositori yang dikenal tingkat efisiennya cukup tinggi.

5) Bentuk ini sangat ampuh sebagai alat untuk melestarikan dan mewariskan warisan budaya masa lalu.

Bentuk ini merupakan pengembangan dari subject design, keduanya masih menekankan kepada isi atau materi kurikulum. Walaupun bertolak dari hal yang sama tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Pada Subject design belum ada kriteria yang tegas tentang apa yang disebut subject (ilmu). Belum ada perbedaan antara matematika, psikologi dengan teknik atau cara mengemudi, semuanya disebut subject. Pada disciplines design criteria tersebut telah tegas, yang membedakan apakah suatu pengetahuan itu ilmu atau subject dan bukan adalah batang tubuh keilmuannya. Batang tubuh keilmuan menentukan apakah suatu bahan pelajaran itu disiplin ilmu atau bukan. Untuk menegaskan hal itu mereka menggunakan istilah disiplin.

Isi kurikulum yang diberikan di sekolah adalah disiplin-disiplin ilmu. Menurut pandangan ini sekolah adalah mikrokosmos dari dunia intelek, batu pertama dari hal itu adalah isi dari kurikulum. Para pengembang kurikulum dari aliran ini berpegang teguh pada disiplin-disiplin ilmu seperti: fisika, biologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya.

Perbedaan lain adalah dalam tingkat penguasaan, disciplines design tidak seperti subject design yang menekankan penguasaan fakta-fakta dan informasi tetapi pada pemahaman (understanding). Para peserta didik didorong untuk memahami logika atau struktur dasar suatu disiplin, memahami konsep-konsep, ide-ide dan prinsip-prinsip penting, juga didorong untuk memahami cara mencari dan menemukannya (modes of inquiry and discovery). Hanya dengan menguasai hal-hal itu, kata mereka, peserta didik akan memahami masalah dan mampu melihat hubungan berbagai fenomena baru.

Proses belajarnya tidak lagi menggunakan pendekatan ekspositori yang menyebabkan peserta didik lebih banyak pasif, tetapi mengunakan pendekatan inkuiri dan diskaveri. Disciplines design sudah mengintegrasikan unsure-unsur progresifisme dari Dewey. Bentuk ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan subject design. Pertama, kurikulum ini bukan hanya memiliki organisasi yang sistematik dan efektif tetapi juga dapat memelihara integritas intelektual pengetahuan manusia. Kedua, peserta didik tidak hanya menguasai serentetan fakta, prinsip hasil hafalan tetapi menguasai konsep, hubungan dan proses-proses intelektual yang berkembang pada siswa.

Meskipun telah menunjukkan beberapa kelebihan bentuk, desain ini masih memiliki beberapa kelemahan. Pertama, belum dapat memberikan pengetahuan yang terintegrasi. Kedua, belum mampu mengintegrasikan sekolah dengan masyarakat atau kehidupan. Ketiga, belum bertolak dari minat dan kebutuhan atau pengalaman peserta didik. Keempat, susunan kurikulum belum efesien baik untuk kegiatan belajar maupun untuk penggunaannya. Kelima, meskipun sudah lebih luas dibndingkan dengan subject design tetapi secara akademis dan intelektual masih cukup sempit.

c. The Broad Fields Design

Baik subject design maupun disciplines design masih menunjukkan adanya pemisahan antara mata pelajaran. Salah satu usaha untuk menghilangkan pemisahan tersebut adalah mengembangkan the board fields design. Dalam model ini mereka menyatukan beberapa mata pelajaran yang berdekatan atau berhubungan menjadi satu bidang studi seperti sejarah, geografi, dan ekonomi digabung menjadi ilmu pengetahuan social, aljabar, ilmu ukur, dan berhitung menjadi matematika, dan sebagainya.

Tujuan pengembangan kurikulum broad field adalah menyiapkan para siswa yang dewasa ini hidup dalam dunia informasi yang sifatnya spesialitis, dengan pemahaman yang bersifat menyeluruh. Bentuk kurikulum ini banyak digunakan di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, di sekolah menengah atas penggunaannya agak terbatas apalagi diperguruan tinggi sedikit sekali.

Ada dua kelebihan penggunaan kurikulum ini. Pertama, karena dasarnya bahan yang terpisah-pisah, walaupun sudah terjadi penyatuan beberapa mata kuliah masih memungkinkan penyusunan warisan-warisan budaya secara sistematis dan teratur. Kedua, karena mengintegrasikan beberapa mata kuliah memungkinkan peserta didik melihat hubungan antara berbagai hal.

Di samping kelebihan tersebut, ada beberapa kelemahan model kurikulum ini. Pertama kemampuan guru, untuk tingkat sekolah dasar guru mampu menguasi bidang yang luas, tetapi untuk tingkat yang lebih tinggi, apalagi diperguruan tinggi sukar sekali. Kedua, karena bidang yang dipelajari itu luas, maka tidak dapat diberikan secara mendetil, yang diajarkan hanya permukaannya saja. Ketiga, pengintegrasian bahan ajar terbatas sekali, tidak menggambarkan kenyataan, tidak memberikan pengalaman yang sesungguhnya bagi siswa, dengan demikian kurang membangkitkan minat belajar. Keempat, meskipun kadarnya lebih rendah dibandingkan dengan subject design, tetapi model ini tetap menekankan tujuan penguasaan bahan dan informasi. Kurang menekankan proses pencapaian tujuan yang sifatnya afektif dan kognitif tingkat tinggi.

Materi pel disajikan secara terpisah

Pengetahuan siswa tidak terintegrasi, tapi terpisah-pisah

Kurang memperhatikan minat siswa

Penguasaan materi secara hapalan

Pengembangan dari subject design

Isi kurikulum berdasarkan disiplin ilmu

Siswa didorong utk memahami logika /struktur dasar suatu disiplin, memahami konsep,ide, dan prinsip penting

Menggunakan pendekatan inkuiri dan diskoveri

Memperbaiki kelemahan dari yg sebelumnya

Menyatukan beberapa pelajaran yg berhubungan

Pemahaman siswa diupayakan komprehensif

Kemampuan guru terbatas (utk SMP/SMA)

2. Learner-Centered Design

Sebagai reaksi sekalus penyempurnaan terhadap beberapa kelemahan subject centered design berkembang learner centered design. Desain ini berbeda dengan subject centered, yang bertolak dari cita-cita untuk melestarikan dan mewariskan budaya, dan karena itu mereka mengutamakan peranan isi dari kurikulum.

Learner centered, memberi tempat utama kepada peserta didik. Di dalam pendidikan atau pengajaran yang belajar dan berkembang adalah perserta didik sendiri. Guru atau pendidik hanya berperan menciptakan situasi belajar-mengajar, mendorong dan memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Peserta didik bukanlah tiada daya, dia adalah suatu organisme yang punya potensi untuk berbuat, berprilaku, belajar dan juga berkembang sendiri. Learned centered design bersumber dari konsep Rousseau tentang pendidikan alam, menekankan perkembangan peserta didik. Pengorganisasian kurikulum didasarkan atas minat, kebutuhan dan tujuan peserta didik.

Kelebihan Learner Centered Design (berpusat pada peranan siswa) diantaranya :

· Motivasi instrinsik pada siswa

· Pembelajaran memperhatikan perbedaan individu

· Kegiatan pemecahan masalah memberikan kemampuan dlm menghadapi kehidupan di luar sekolah

Kekurangan Learner Centered Design (berpusat pada peranan siswa) diantaranya

· Kenyataan, siswa belum tentu tahu persis kebutuhan dan minatnya

· Kurikulum tidak mempunyai pola dalam penyusunan strukturnya.

· Sangat lemah dlm kontinuitas dan sekuens bahan

· Menuntut guru yg ahli dalam banyak hal

Ada dua ciri utama yang membedakan desain model learner centered dengan subject centered.

– Learner centered design mengembangkan kurikulum dengan bertolak dari peserta didik dan bukan dari isi. Kedua, learner centered bersifat not-preplanned (kurikulum tidak diorganisasikan sebelumnya) tetapi dikembangkan bersama antara guru dengan siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas pendidikan. Organisasi kurikulum didasarkan atas masalah-masalah atau topik-topik yang menarik perhatian dan dibutuhkan peserta didik dan sekuensnya disesuaikan tingkat perkembangan mereka.

Ada beberapa variasi model ini salah satunya yaitu the activity atau experience design.

a. The Activity atau Experience Design

Model desain ini berawal pada abad 18, atas hasil karya dari Rousseau dan Pestalozzi, yang berkembang pesat pada tahun 1920/1930-an pada masa kejayaan pendidikan progresif.

Berikut beberapa ciri utama activity atau experience design. Pertama, struktur kurikulum ditentukan oleh kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam mengimplementasikan ciri ini guru hendaknya:

1) Menemukan minat dan kebutuhan peserta didik,

2) Membantu para siswa memlih mana yang paling penting dan urgen. Hal ini cukup sulit, sebab harus dapat dibedakan mana minat dan kebutuhan yang sesungguhnya dan mana yang hanya angan-angan. Untuk itu guru harus menguasai benar perkembangan dan karakteristik peserta didik.

– Karena struktur kurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan peserta didik, maka kurikulum tidak dapat disusun jadi sebelumnya, tetapi disusun bersama oleh guru dengan para siswa. Demikian juga tujuan yang akan dicapai, sumber-sumber belajar, kegiatan belajar dan prosedur evaluasi, dirumuskan bersama siswa. Istilah yang mereka gunakan adalah teacher –student planning.

– Ketiga, desain kurikulum tersebut menekankan prosedur pemecahan masalah. Di dalam proses menemukan minatnya perserta didik menghadapi hambatan atau kesulitan-kesulitan tertentu yang harus diatasi. Kesulitan-kesulitan tersebut menunjukkan problema nyata yang dihadapi perserta didik. Dalam menghadapi dan mengatasi masalah-masalah tersebut, peserta didik melakukan proses belajar yang nyata, sungguh-sungguh bermakna, hidup dan relevan dengan kehidupannya. Berbeda dengan subject design yang menekankan isi, activity design lebih mengutamakan proses (keterampilan memecahkan masalah).

Ada beberapa kelebihan dari desain kurikulum ini, Pertama, karena kegiatan pendidikan didasarkan atas kebutuhan dan minat peserta didik, maka motivasi belajar bersifat intrinsik dan tidak perlu dirangsang dari luar. Fakta-fakta, konsep, keterampilan dan proses pemecahan dipelajari peserta didik karena hal itu mereka perlukan. Jadi belajar benar-benar relevan dan bermakna. Kedua, pengajaran memperhatikan perbedaan individual. Mereka turut dalam kegiatan belajar kelompok karena membutuhkannya, demikian juga kalau mereka melakukan kegiatan individual. Ketiga, kegiatan-kegiatan pemecahan masalah memberikan bekal kecakapan dan pengetahuan untuk menghadapi kehidupan di luar sekolah.

Beberapa kritik yang menunjukkan kelemahan dilontarkan terhadap model desain kurikulum ini diantaranya:

1) Penekanan pada minat dan kebutuhan peserta didik belum tentu cocok dan memadai untuk menghadapi kenyataan dalam kehidupan. Kehidupan dunia modern sangat kompleks, peserta didik belum tentu mampu melihat dan merasakan kebutuhan-kebutuhan esensial.

2) Kalau kurikulum hanya menekankan minat dan kebutuhan peserta didik, dasar apa yang digunkan untuk menyusun struktur kurikulum. Kurikulum tidak mempunyai pola dan struktur. Kedua kritik ini tidak semuanya benar, sebab beberapa tokoh activity design telah mengembangkan stuktur ini. Dewey dalam sekolah loboratoriumnya menyusun struktur disekitar kebutuhan manusia, kebutuhan social, kebutuhan untuk membangun, kebutuhan untuk meneliti dan bereksperimen dan kebutuhan untuk berekspresi dan keindahan.

3) Activity design curriculum sangat lemah dalam kontinuitas dan sekuens bahan. Dasar minat peserta didik tidak memberikan landasan yang kuat untuk menyusun sekuens, sebab minat mudah sekali berubah karena pengaruh perkembangan, kematangan dan factor-faktor lingkungan. Beberapa usaha telah dilakukan untuk mengatasi kelemahan ketiga ini:

Usaha untuk menemukan sekuens perkembangan kemampuan mental peserta didik, seperti perkembangan kemampuan kognitif dari Piaget,

Penelitian tentang pusat-pusat minat yang lebih terinci dijadikan dasar penyusunan sekuens kurikulum.

Kritik terhadap model desain kurikulum ini dikatakan tidak dapat dilakukan oleh guru biasa. Kurikulum ini menuntut guru ahli general education plus ahli psikologi perkembangan dan human relation. Model desain ini sulit menemukan buku-buku sumber, karena buku yang ada disusun berdasarkan subject atau discipline design. Kesulitan lain adalah apabila peserta didik akan melanjutkan studi ke perguruan tinggi, sebab di perguruan tinggi digunakan model subject atau discipline design.

3. Problem Centered Design

Problem centered design berpangkal pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia (man centered). Berbeda dengan learner centered yang mengutamakan manusia atau peserta didik secara individual, problem centered design menekankan manusia dalam kesatuan kelompok yaitu kesejahteraan masyarakat.

Konsep pendidikan para pengembang model kurikulum ini berangkat dari asumsi bahwa manusia sebagai makhluk social selalu hidup bersama. Dalam kehidupan bersama ini manusia menghadapi masalah-masalah bersama yang harus dipecahkan bersama pula. Mereka berinteraksi, berkooperasi dalam memecahkan masalah-masalh social yang mereka hadapi untuk meneingkatkan kehidupan mereka.

Konsep-konsep ini menjadi landasan pula dalam pendidikan dan pengembangan kurikulum. Berbeda dengan learner centered, kurikulum mereka disusun sebelumnya (preplanned). Isi kurikulum berupa masalah-masalah social yang dihadapi peserta didik sekarang dan yang akan datang. Sekuens bahan disusun berdasarkan kebutuhan, kepentingan dan kemampuan peserta didik. Problem centered design menekankan pada isi maupun perkembangan peserta didik. Minimal ada dua variasi model desain kurikulum ini, yaitu The Areas Of Living Design, dan The Core Design.

a. The Areas Of Living Design

Perhatian terhadap bidang-bidang kehidupan sebagai dasar penyusunan kurikulum telah dimulai oleh Hebert Spencer pada abad 19, dalam tulisan yang berjudul What Knowledge is of most worth? Areas of living design seperti learner centered design menekankan prosedur belajar melalui pemecahan masalah. Dalam prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses (process objectives) dan yang bersifat isi (content objectives) diintegrasikan. Penguasaan informasi-informasi yang lebih bersifat pasif tetap dirangsang. Ciri lain dari model desain ini adalah menggunakan pengalaman dan situasi-situasi nyata dari perserta didik sebagai pembuka jalan dalam mempelajari bidang-bidang kehidupan.

Strategi yang sama juga digunakan dalam subject centered design, tetapi pelaksanaannya mengalami kesulitan, sebab dalam desain tersebut hubungan mata pelajaran dengan bidang dan pengalaman hidup peserta didik sangat kecil. Sebaliknya dalam the areas of living hubungannya besar sekali. Tiap pengalaman peserta didik sangat erat hubungannya dengan bidang-bidang kehidupan sehingga dapat dikatakan suatu desain merangkumkan pengalaman-pengalaman social peserta didik. Dengan demikian, desain ini sekaligus menarik minat peserta didik dan mendekatkannya pada pemenuhan kebutuhan hidupnya dalam masyarakat.

Desain ini mempunyai beberapa kebaikan dibandingkan dengan bentuk desain-desain lainnya. Pertama, the areas of living design merupakan the subject matter design tetapi dalam bentuk yang terintegrasi. Pemisahan antara subject dihilangkan oleh problem-problem kehidupan social. Kedua, karena kurikulum diorganisasikan disekitar problem-problem peserta didik dalam kehidupan social, maka desain ini mendorong penggunaan prosedur belajar pemecahan masalah. Prinsip-prinsip belajar aktif dapat diterapkan dalam model desain ini. Ketiga, menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang relevan, yaitu untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan. Melalui kurikulum ini para peserta didik akan memperoleh pengetahuan, dan dapat menginternalisasi artinya, keempat desain tersebut menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang fungsional, sebab diarahkan pada pemecahan masalah peserta didik, secara langsung dipraktikkan dalam kehidupan. Lebih dari itu kurikulum ini membawa peserta didik dalam hubungan yang lebih dekat dengan masyarakat. Kelima, motivasi belajar datang dari dalam diri peserta didik, tidak perlu dirangsang dari luar.

Beberapa kritik dilontarkan dan menunjukkan kelemahan model desain ini diantaranya:

Penentuan lingkup dan sekuens dari bidang-bidang kehidupan yang sangat esensial (penting) sangat sukar, timbul organisasi isi kurikulum yang berbeda-beda.

Sebagai akibat dari kesulitan pertama, maka lemahnya atau kurangnya integritas dan kontinuitas organisasi isi kurikulum.

Desain tersebut sama sekali mengabaikan warisan budaya, padahal apa yang telah ditemukan pada masa lalu penting untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah masa kini.

Karena kurikulum hanya memusatkan perhatian pada pemecahan masalah social pada saat sekarang, ada kecenderungan untuk mengindroktrinasi peserta didik dengan kondisi yang ada, peserta didik tidak melihat alternatif lain, baik yang mengenai masa lau maupun masa yang akan datang, desain tersebut akan mempertahankan status quo.

Sama halnya dengan kritik terhadap learner centered design, baik guru maupun buku dan media lain tidak banyak yang disiapkan untuk model tersebut sehingga dalam pelaksanaannya akan mengalami beberapa kesulitan.

Integrasi dari beberapa subjek berdasarkan problema sosial

Prosedur belajar pemecahan masalah

Penyajian bahan ajar yg relevan dengan kebutuhan masyarakat

Penentuan lingkup/sekuens dari bidang kehidupan yg esensial, sulit dilakukan

Kurang/lemahnya kontinuitas/integritas organisasi isi kurikulum

Mengabaikan warisan budaya

The core design kurikulum timbul sebagai reaksi utama kepada separate subject design, yang sifatnya terpisah-pisah. Dalam mengintegrasikan bahan ajar, mereka memilih mata-mata pelajaran/bahan ajar tertentu sebagai inti (core). Pelajaran lainnya dikembangkan di sekitar core tersebut. Karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang teori tentang core design yang didasarkan atas pandangan progresif. Menurut konsep ini inti-inti bahan ajar dipusatkan pada kebutuhan individual dan social.

Terdapat banyak variasi pandangan tentang the core design. Mayoritas memandang core curriculum sebagai suatu model pendidikan atau program pendidikan yang memberikan pendidikan umum. Pada beberapa kurikulum yang berlaku di Indonesia dewasa ini, core curriculum disebut kelompok mata kuliah atau pelajaran dasar umum, dan diarahkan pada pengembangan kemampuan-kemampuan pribadi dan social. Kalau kelompok mata kuliah/pelajaran spesialisasi diarahkan pada penguasaan keahlian/kejuruan tertentu, maka kelompok mata pelajaran ini ditujukan pada pembentukan pribadi yang sehat, baik, matang, dan warga masyarakat yang mampu membina kerja sama yang baik pula.

The core curriculum diberikan guru-guru yang memiliki penguasaan dan berwawasan luas, bukan spesialis. Di samping memberikan pengetahuan, niali-nlai dan keterampilan social, guru-guru tersebut juga memberikan bimbingan terhadap perkembangan social pribadi peserta didik.

Ada beberapa variasi desain core curriculum yaitu:

1) The separate subject core. Salah satu usaha untuk mengatasi keterpisahan antar-mata pelajaran, beberapa mata pelajaran yang dipandang mendasari atau menjadi inti mata pelajaran lainnya dijadikan core.

2) The correlated core. Model desain ini pun berkembang dari the separate subjects design, dengan jalan mengintegrasikan beberapa mata pelajaran yang erat hubungannya.

3) The fused core. Kurikulum ini juga berpangkal dari separate subject, pengintegrasiannya bukan hanya antara dua atau tiga pelajaran tetapi lebih banyak. Sejarah, geografi, antropologi, sosiologi, ekonomi dipadukan menjadi studi kemasyarakatan. Dalam studi ini dikembangkan tema-tema masalah umum yang dapat diinjau dari berbagai sudut pandang.

4) The activity/experience core. Model desain ini berkembang dari pendidikan progresif dengan learner centerd design-nya. Seperti halnya pada learner centered, the activity/experience core dipusatkan pada minat-minat dan kebutuhan peserta didik.

5) The areas of living core. Desain model ini berpangkal juga pada pendidikan progresif, tetapi organisasinya berstruktur dan dirancang sebelumnya. Berbentuk pendidikan umum yang isinya diambil dari masalah-masalah yang muncul di masyarakat. Bentuk desain ini dipandang sebagai core design yang paling murni dan paling cocok untuk program pendidikan umum.

6) The social problems core. Model desain ini pun merupakan produk dari pendidikan progresif. Dalam beberapa hal model ini sama dengan the areas of living core. Perbedaannya terletak pada the areas of licing core didasarkan atas kegiatan-kegiatan manusia yang universal tetapi tidak berisi hal yang controversial, sedangkan the social problems core di dasarkan atas problema-problema yang mendasar dan bersifat controversial. Beberapa contoh masalah social yang menjadi tema model core design ini adalah kemiskinan, kelaparan, inflasi, rasialisme, perang senjata nuklir, dan sebagainya. Hal-hal di atas adalah sesuatu yang mendesak untuk dipecahkan dan berisi suatu controversial bersifat pro dan kontra. The areas of living core cenderung memelihara dan mempertahankan kondisi yang ada, sedang the social problems core mencoba memberikan penilaian yang sifatnya kritis dari sudut sistem nilai social dan pribadi yang berbeda.

2.6Hal-hal yang mempengaruhi desain kurikulum

Hal-hal yang mempengaruhi desain kurikulum yaitu :

· Kontrol: Semakin spesifik hasil yang ingin dicapai, semakin sempit desain kurikulumnya

· Responsibility : Semakin sempit desain kurikulum semakin sempit pula tanggung jawab sekolah

· Tujuan pendidikan : Secara logis mempengaruhi terhadap desain kurikulum

2.7Langkah-langkah mendesain kurikulum

Langkah Mendesain Kurikulum

1. Menentukan hal-hal esensial yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran dan domain.

2. Identifikasi domain tujuan pembelajaran

3. Identifikasi tipe peluang belajar yang mungkin

4. Menentukan desain kurikulum yang cocok

5. Menyiapkan desain kurikulum secara tentative

6. Identifikasi persyaratan implementasi

2.8Karakteristik desain kurikulum

Karakteristik Desain Kurikulum

Mata pelajaran yang harus dipelajari

Disiplin ilmu (contoh; Kimia)

Aktivitas kemasyarakatan

Kebutuhan dan minat individu

Menurut Oemar Hamalik (1993) pengertian Desain adalah suatu petunjuk yang memberi dasar, arah, tujuan dan teknik yang ditempuh dalam memulai dan melaksanakan kegiatan.

Desain biasa diterjemahkan sebagaiseniterapan,arsitektur, dan berbagai pencapaian kreatif lainnya. Dalam sebuah kalimat, kata “desain” bisa digunakan baik sebagaikata bendamaupunkata kerja. Sebagai kata kerja, “desain” memiliki arti “proses untuk membuat dan menciptakan obyek baru”. Sebagai kata benda, “desain” digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana,proposal, atau berbentuk obyek nyata.Penggunaan istilahdesignatau desain bermula dari gambar teknik arsitektur (gambar potong untuk bangunan) serta di awal perkembangan, istilah desain awalnya masih berbaur dengan seni dan kriya. Dimana, pada dasarnya seni adalah suatu pola pikir untuk membentuk ekpresi murni yang cenderung fokus pada nilai estetis dan pemaknaan secara privasi.

Sedangkan desain memiliki pengertian sebagai suatu pemikiran baru atas fundamental seni dengan tidak hanya menitik-beratkan pada nilai estetik, namun juga aspek fungsi dan latar industri secara massa, yang memang pada realitanya pengertian desain tidak hanya digunakan dalam dunia seni rupa saja, namun juga dalam bidang teknologi, rekayasa, dll.

Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggarapendidikanyang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan.Penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan kerja. Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.

Istilah kurikulum (curriculum) adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa yunani. Pada awalnya istilah ini digunakan untuk dunia olahraga, yaitu berupa jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari.

Pada masa yunani dahulu kata istilah “kurikulum” digunakan untuk menunjukkan tahapan-tahapan yang dilalui atau ditempuh oleh seorang pelari dalam perlombaan lari estafet yang dikenal dalam dunia atletik. Dalam proses lebih lanjut istilah ini ternyata mengalami perkembangan sehingga penggunaan istilah ini meluas dan merambah ke dunia pendidikan. Sejauh ini belum diketahui secara pasti kapan istilah kurikulum masuk ke dunia pendidikan. Demikian pula mengenai tokoh yang berkuasa pada masa itu yang berjasa dalam mengangkat istilah kurikulum ke dunia pendidikan secara meyakinkan belum ditemukan dari sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dari sisi etimologi’ kata “kurikulum” (curriculum) terambil dari bahasa latin yang memiliki makna yang sama dengan kata “rarecourse” (gelanggang perlombaan). Kata “curriculum” dalam bentuk kata kerja yang dalam bahasa latin dikenal dengan istilah “curere” mengandung arti “menjalankan perlombaan” (running of the race).

Definisi kurikulum secara umum dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Pasal 1 Ayat 13 tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Sedangkan dari sudut terminologinya, istilah kurikulum digunakan dalam berbagai versi. Zais menggunakan istilah kurikulum untuk menunjukkan dua hal yang disebutnya sebagai;

1. rencana pendidikan untuk siswa (plan for the education of learners)

Kurikulum sebagai rencana pendidikan untuk siswa biasa disebut sebagai kurikulum untuk suatu sekolah. Kurikulum dalam pengertian ini mencakup mata pelajaran yang tercakup ke dalam lapangan kurikulum (the curriculum field).

2. lapangan studi (field of study).

kurikulum sebagai lapangan studi (as a field of study) oleh para ahli kurikulum diberi batasan sebagai berikut;

a) Studi yang berhubungan dengan struktur substantif dari setiap rnata pelajaran

b) Prosedur penyelidikan praksis-praksis yang berhubungan dengan struktur sintaksis (kurikulum). Lebih jelasnya dapat ditegaskan bahwa kurikulum sebagai lapangan studi mencakup:

1) mata pelajaran yang disajikan dalam kurikulum,

2) proses-proses mata pelajaran yang berhubungan dengan perubahan dan pengembangan kurikulum.

Desain Kurikulum adalah hasil dari sebuah proses pengkaitan tujuan pendidikan dengan pemilihan dan pengorganisasian isi kurikulum. Ada beberapaPengertianDesain Kurikulum menurut para ahli, diantaranya adalah :

1) Menurut Oemar Hamalik (1993) pengertian Desain adalah suatu petunjuk yang memberi dasar, arah, tujuan dan teknik yang ditempuh dalam memulai dan melaksanakan kegiatan.

2) Menurut Nana S. Sukmadinata (2007:113) desain kurikulum adalah menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen kurikulum. Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horizontal dan vertikal. Dimensi horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Sedangkan dimensi vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat kesukaran.

3) Menurut Longstrteet (1993) Desain kurikulum ini merupakan desain kurikulum yang berpusat pada pengetahuan (the knowledge centered design) yang dirancang berdasarkan struktur disiplin ilmu, oleh karena itu model desain ini dinamakan juga model kurikulum subjek akademis yang penekanannya diarahkan untuk pengembangan itelektual siswa.

4) Menurut Mc Neil (1990) Desain kurikulum ini berfungsi untuk mengembangkan proses kognitif atau pengembangan kemampuan berfikir siswa melalui latihan menggunakan gagasan dan melakukan proses penelitian ilmiah.

Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Desain kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan pendidikan. Dalam desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari kurikulum, hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya, prinsip­prinsip pengorganisasian, serta hal-hal yang diperlukan dalam pelaksa­naannya.

Tujuan dibuatnya kurikulum adalah terjadinya perubahan pada perilaku peserta. Dalam hal ini, sebuah komisi di Amerika Serikat telah mencoba membuat semacam klasifikasi tujuan yang mungkin ada dalam pendidikan yang terkenal dengan nama Taksonomi Bloom.

Daftar lengkap Taksonomi Bloom akan dirinci sekaligus keterangannya di bahasan selanjutnya. Untuk menggambarkan tiap jenis, digunakan kata kerja (infinitive) yang khas, serta objek langsung (direct object) yang khas pula. Apabila kita membuat sebuah kurikulum, kita hanya sampai kepada tujuan umum. Namun dalam pelaksanaan, kita memerlukan semacam perencanaan lagi berupa suatu unit pengajaran / training. Pada saat itulah kita harus menjabarkan tujuan umum ke dalam tujuan-tujuan khusus berdasarkan infinitif dan objek langsungnya.

2.3Sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia

Berbicara mengenai sejarah berarti kita membicarakan mengenai keadan yang telah berlalu di masa lalu, begitu halnya jika kita membahas mengeni sejarah kurikulum Indonsia berarti kita akan membahas mengenai perkembangan kurikulum di Indonesia dari beberapa periode atau zaman.

Kurikulum pada hakekatnya adalah alat pendidikan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kurikulum akan searah dengan tujuan pendidikan, dan tujuan pendidikan searah dengan perkembangan tuntutan dan kebutuhan masyarakat (Sanjaya, 2007). Dalam dunia pendidikan kita, sampai sekarang masih beredar di masyarakat sebuah pameo, “ganti menteri, ganti aturan.” Saking biasanya, maka ketika muncul sebuah aturan (baca: kurikulum) baru, masyarakat menjadi tidak kaget lagi. Berikut ini beberapa perkembangan kurikulum di Indonesia

` 1) Pendidikan Sebelum Masa Kolonialisme

Pada saat zaman hindu budha, pendidikan hanya dinikmati oleh kelas Brahmana, yang merupakan kelas teratas dalam kasta Hindu. Mereka umumnya belajar teologi, sastra, bahasa, ilmu pasti, dan ilmu seni bangunan. Sejarah mencatat, kerajaan-kerajaan Hindu seperti Kalingga, Kediri, Singosari, dan Majapahit, melahirkan para empu, punjangga, karya sastra, dan seni yang hebat.

Padepokan adalah model pendidikan zaman hindu yang dikelola oleh seorang guru/bengawan dan murid/cantrik mempelajari ilmu bersifat umum, religius, dan juga kesaktian. Murid di Padepokan bisa keluar masuk bila merasa cukup atau tidak puas dengan pengajaran guru.

Pada zaman penyebaran Islam, pola pendidikan bernapaskan islam menyebar dan mewarnai penyelenggaraan pendidikan. Pusat-pusat pendidikan tesebar di langgar, surau, meunasah (madrasah), masjid, dan pesantren. Pesantren adalah lembaga pendidikan formal tertua di Indonesia. Pesantren diajar oleh seorang kyai, dan santri/murid tinggal di pondok/asrama di sekitar pesantren. Jumlah pondok pesantren cukup banyak tersebar di Jawa, Aceh, dan sumatera selatan.

2)Pendidikan Masa Kolonialisme

Pada masa penjajahan Portugis didirikan sekolah-sekolah misionaris. Portugis mendirikan sekolah seminari di Ambon, Maluku, dan sebagian Nusa Tenggara Timur. Belanda pada awal kedatangannya pun melakukan hal yang sama dengan Portugis. Pendidikan banyak ditangani oleh kalangan gereja kristen dengan bendera Nederlands Zendelingen Gennootschap (NZG).

Pasca politik etis, Belanda mengucurkan dana pendidikan yang banyak dan bertambah setiap tahunnya, tetapi tujuannya untuk melestrarikan penjajahan di Indonesia.

Pada masa penjajahan Belanda, setidaknya ada tiga sistem pendidikan dan pengajaran yang berkembang saat itu. Pertama, sistem pendidikan Islam yang diselenggarakan perantren. Kedua, sistem pendidikan Belanda. Sistem pendidikan Belanda diatur dengan prosedur yang ketat dari mulai aturan siswa, pengajar, sistem pengajaran, dan kurikulum. Sistem prosedural seperti ini sangat berbeda dengan sistem prosedural pada sistem pendidikan islam yang telah dikenal sebelumnya.

Sistem pendidikan belanda pun bersifat diskriminatif. Sekolah-sekolah dibentuk dengan membedakan pendidikan antara anak Belanda, anak timur asing, dan anak pribumi. Golongan pribumi ini masih dipecah lagi menjadi masyarakat kelas bawah dan priyayi. Susunan persekolahan zaman kolinial adalah sebagai berikut (Sanjaya, 2007:207):

a. Persekolahan anak-anak pribumi untuk golongan non priyayi menggunakan pengantar bahasa daerah, namanya Sekolah Desa 3 tahun. Mereka yang berhasil menamatkannya boleh melajutkan ke Sekolah Sambungan (Vervolg School) selama 2 tahun. Dari sini mereka bisa melanjutkan ke Sekolah Guru atau Mulo Pribumi selama 4 tahun, inilah sekolah paling atas untuk bangsa pribumi biasa. Untuk golongan pribumi masyarakat bangsawan bisa memasukiHis Inlandsche Schoolselama 7 tahun, Mulo selama 3 tahun, danAlgemene Middlebare School(AMS) selama 3 tahun.

b. Untuk orang timur asing disediakan sekolah seperti Sekolah Cina 5 tahun dengan pengantar bahasa Cina,Hollandch Chinese School(HCS) yang berbahasa Belanda selama 7 tahun. Siswa HCS dapat melanjutkan ke Mulo.

c. Sedangkan untuk orang Belanda disediakan sekolah rendah sampai perguruan tinggi, yaitu Eropese Legere School 7 tahun, sekolah lanjutan HBS 3 dan 5 tahun Lyceum 6 tahun, Maddelbare Meisjeschool 5 tahun, Recht Hoge School 5 tahun, Sekolah kedokteran tinggi 8,5 tahun, dan kedokteran gigi 5 tahun.

Pemerintah kolonial sebenarnya tidak berniat mendirikan universitas tetapi akhirnya mereka mendirikan universitas untuk kebutuhan mereka sendiri seperti Rechts Hogeschool (RH) dan Geneeskundige Hogeschool di Jakarta. Di Bandung, pemerintah kolonial mendirikan Technische Hogeschool (TH). Kebanyakan dosen TH adalah orang Belanda. Menurut Soenarta (2005) kaum inlanders atau pribumi agak sulit untuk masuk ke sekolah-sekolah tinggi itu. Ketika almarhum Prof Roosseno lulus TH, jumlah lulusan yang bukan orang Belanda hanya tiga orang, yaitu Roosseno dan dua orang lagi vreemde oosterling alias keturunan Tionghoa.

Kurikulum pendidikan Belanda dideisain untuk melestarikan penjajahan di Indonesia, maka pada kurikulum pun dikenalkan kebudayaan Belanda, juga penekan hanya pada menulis dengan rapi, membaca, dan berhitung, yang keterampilan ini sangat bermanfaat untuk diperbantukan pada Pemerintah Belanda dengan gaji yang sangat rendah. Anak-anak Indonesia pada zaman itu tidak diperkenalkan dengan budayanya sendiri dan potensi bangsanya.

Ketiga, sekolah yang dikembangkan tokoh pendidikan nasional seperti KH Ahmad Dahlan dan Ki Hajar Dewantara. K.H Achmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah yang menggunakan sistem pendidikan barat dengan menambanhkan pelajaran agama islam. Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa dengan membuat sistem pendidikan yang berakar pada budaya dan filosofi hidup Jawa, yang kemudian dianggap sebagai sistem pengajaran dan pendidikan nasional.

Pada masa Jepang, pendidikan diarahkan untuk menyediakan prajurit yang siap berperang di perang Asia Timur Raya. Peggolongan sekolah berdasarkan status soaial yang dibangun Belanda dihapuskan. Pendidikan hanya digolongkan pada pendidikan dasar 6 tahun, pendidikan menengah pertama, dan pendidikan menegah tinggi yang masing-masing tiga tahun, serta pendidikan tinggi. Sekolah Rendah diganti nama menjadi Sekolah Rakyat (Kokumin Gakko), Sekolah Menengah Pertama (Shoto Chu Gakko), dan Sekolah Mengengah Tinggi (Koto Chu Gakko).

Hampir semua pendidikan tinggi yang ada pada zaman Belanda ditutup, kecuali Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta, dan Sekolah Teknik Tinggi di Bandung. Pada masa peralihan dari Jepang ke Sekutu, ketika proklamasi dikumandangkan, dibentuklah Panitia Penyelidik Pengajaran RI yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantara. Lembaga ini melahirkan rumusan pertama sistem pendidikan nasional, yakni pendidikan bertujuan menekankan pada semangat dan jiwa patriotisme. Kemudian disusun pula pembaruan kurikulum pendidikan dan pengajaran.

Kurikulum sekolah dasar lebih mengutamakan pendekatan filosofis-ideologis. Proses penyunsunan singkat dan tentu saja tanpa disertai data empiris. Penetapan isi kurikulum di masa permulaan kemerdekaan itu berdasarkan asumsi belaka. Setelah Indonesia merdeka dalam pendidikan dikenal beberapa masa pemberlakuan kurikulum yaitu kurikulum sederhana ( ), pembaharuan kurikulum (1968 dan 1975), kurikulum berbasis keterampilan proses (1984 dan 1994), dan kurikulum berbasis kompetensi 2004 kurikulum tingkat satuan pemdidikan 2006 dan kurikulum )KURIKULUM SEDERHANA ( )

Rencana Pelajaran 1947 Kurikulum pertama pada masa kemerdekaan namanya Rencana Pelajaran 1947. Ketika itu penyebutannya lebih populer menggunakanleer plan (rencana pelajaran)ketimbang istilahcurriculumdalam bahasa Inggris. Rencana Pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum Belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya ditujukan untuk kepentingan kolonialis Belanda.

Asas pendidikan ditetapkan Pancasila. Situasi perpolitikan dengan gejolak perang revolusi, maka Rencana Pelajaran 1947, baru diterapkan pada tahun 1950. Oleh karena itu Rencana Pelajaran 1947 sering juga disebut kurikulum 1950.

Susunan Rencana Pelajaran 1947 sangat sederhana, hanya memuat dua hal pokok, yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis-garis besar pengajarannya. Rencana Pelajaran 1947 lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat, daripada pendidikan pikiran.

Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Mata pelajaran untuk tingkat Sekolah Rakyat ada 16, khusus di Jawa, Sunda, dan Madura diberikan bahasa daerah. Daftar pelajarannya adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Ilmu Alam, Ilmu Hayat, Ilmu Bumi, Sejarah, Menggambar, Menulis, Seni Suara, Pekerjaan Tangan, Pekerjaan Keputrian, Gerak Badan, Kebersihan dan Kesehatan, Didikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Agama.

Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. “Silabus mata pelajarannya jelas sekali. Seorang guru mengajar satu mata pelajaran”. Pada masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP. Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya agar anak tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.

Pada akhir era kekuasaan Soekarno, kurikulum pendidikan yang lalu diubah menjadi Rencana Pendidikan 1964. Isu yang berkembang pada rencana pendidikan 1964 adalah konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif.

Konsep pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan sendiri pemecahan persoalan (problem solving). Rencana Pendidikan 1964 melahirkan Kurikulum 1964 yang menitik beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral, yang kemudian dikenal dengan istilah Pancawardhana.

Disebut Pancawardhana karena lima kelompok bidang studi, yaitu kelompok perkembangan moral, kecerdasan, emosional/artisitk, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah.

Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong terpimpin. Selain itu pemerintah menerapkan hari sabtu sebagai hari krida. Maksudnya, pada hari Sabtu, siswa diberi kebebasan berlatih kegitan di bidang kebudayaan, kesenian, olahraga, dan permainan, sesuai minat siswa. Kurikulum 1964 adalah alat untuk membentuk manusia pacasialis yang sosialis Indonesia, dengan sifat-sifat seperti pada ketetapan MPRS No II tanun 1960.

Penyelenggaraan pendidikan dengan kurikulum 1964 mengubah penilaian di rapor bagi kelas I dan II yang asalnya berupa skor 10 – 100 menjadi huruf A, B, C, dan D. Sedangkan bagi kelas II hingga VI tetap menggunakan skor 10 – 100.

Kurikulum 1964 bersifatseparate subject curriculum,yang memisahkan mata pelajaran berdasarkan lima kelompok bidang studi (Pancawardhana).

4)PEMBAHARUAN KURIKULUM 1968 dan Kurikulum 1968 lahir dengan pertimbangan politik ideologis. Tujuan pendidikan pada kurikulum 1964 yang bertujuan menciptakan masyarakat sosialis Indonesia diberangus, pendidikan pada masa ini lebih ditekankan untuk membentuk manusia pancasila sejati.

Kurikulum 1968 bersifat correlated subject curriculum, artinya materi pelajaran pada tingkat bawah mempunyai korelasi dengan kurikulum sekolah lanjutan.

Bidang studi pada kurikum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar: pembinaan pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah mata pelajarannya 9, yang memuat hanya mata pelajaran pokok saja.

Muatan materi pelajarannya sendiri hanya teoritis, tak lagi mengkaitkannya dengan permasalahan faktual di lingkungan sekitar. Metode pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pendidikan dan psikologi pada akhir tahun 1960-an. Salah satunya adalah teori psikologi unsur. Contoh penerapan metode pembelajarn ini adalah metode eja ketika pembelajaran membaca.

Dibandingkan kurikulum sebelumnya, kurikulum ini lebih lengkap, jika dilihat dari pedoman yang dikembangkan dalam kurikulum tersebut. Pada kurikulum SD 7 unsur pokok yang disajikan dalam 3 buku. Tujuh unsur pokok tersebut adalah dasar, tujuan, dan prinsip; struktur program kurikulum; GBPP; sistem penyajian; sistem penilaian; sistem bimbingan dan penyuluhan; pedoman supervisi dan administrasi. Pembuatan buku pedoman, pada kurikulum selanjutnya tetap dipertahankan.

Pendekatan kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efesien, yang mempengaruhinya adalah konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (Management by Objective). Melalui kurikulum 1968 tujuan pembelajaran setiap mata pelajaran yang terkandung pada kurikulum 1968 lebih dipertegas lagi.

Metode, materi, dan tujuan pengajarannya tertuang secara gambalang dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Melalui PPSI kemudian lahir satuan pelajaran, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan bahasan memiliki unsur-unsur: petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi.

Kurikulum 1975 didasari konsep SAS (Structural, analysis, sintesis). Anak menjadi pintar karena paham dan mampu menganalisis sesuatu yang dihubungkan dengan mata pelajaran di sekolah.

5)KURIKULUM KETERAMPILAN PROSES

Kurikulum 1984 mengusung process skill approach, yang senada dengan tuntukan GBHN 1983 bahwa pendidikan harus mampu mencetak tenaga terdidik yang kreatif, bermutu, dan efisien bekerja.

Kurikulum 1984 tidak mengubah semua hal dalam, kurikulum 1974, meski mengutamakan proses tapi faktor tujuan tetap dianggap penting. Oleh karena itu kurikulum 1984 disebut kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi Siswa dalam kurikulum 1984 diposisikan sebagai subyek belajar. Dari hal-hal yang bersifat mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan, menjadi bagian penting proses belajar mengajar, inilah yang disebut konsep Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).

CBSA didasarkan pada disertasi Conny R. Semiawan, yang didasarkan pada pandangan Sikortsky, yang menelorkan Zone of Proximality Development. Teori yang mengatakan bahwa setiap manusia mempunyai potensi dan potensi itu dapat teraktualisasi melalui ketuntasan belajar tertentu. Tetapi antara potensi dan aktualisasi terdapat daerah abu-abu (grey area), guru berkewajiban menjadikan daerah abu-abu ini dapat teraktualisasi. Caranya dengan belajar kelompok.

Lahirnya UU No 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional, merupakan pemicu lahirnya kurikulum 1994. Menurut UU tersebut, pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdasakan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manisia beriman dan bertakwa kepada tuhan yang mahaesa, berbudi luhur, memeliki keterampilan dan pengetahuan, kessehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Pada kurikulum 1994, pendidikan dasar dipatok menjadi sembilan tahun (SD dan SMP). Berdasarkan struktur kulikulum, kurikulum 1994 berusaha menyatukan kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1975 dengan pendekatan tujuan dan kurikulum 1984 dengan tujuan pendekatan proses. Pada kurikulum ini pun dimasukan muatan lokal, yang berfungsi mengembangkan kemampuan siswa yang dianggap perlu oleh daerahnya. Pada kurikulum ini beban belajar siswa dinilai terlalu berat, karena ada muatan nasional dan lokal. Walaupun ada suplemen 1999 seiring dengan tuntutan reformasi, namun perubahan tidak total.

6)KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

Kurikulum 2004 lebih populer dengan sebutan KBK (kurikulum Berbasis Kompetensi). Lahir sebagai respon dari tuntutan reformasi, diantaranya UU No tentang pemerintahan daerah, UU No 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, dam Tap MPR No IV/MPR/1999 tentang arah kebijakan pendidikan nasional. KBK tidak lagi mempersoalkan proses belajar, proses pembelajaran dipandang merupakan wilayah otoritas guru, yang terpenting pada tingkatan tertentu peserta didik mencapai kompetensi yang diharapkan. Kompetensi dimaknai sebagai perpaduan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir, dan bertindak. Seseorang telah memiliki kompetensi dalam bidang tersebut yang tercermin dalam pola perilaku sehari-hari.

Kompetensi mengandung beberapa aspek, yaitu knowledge, understanding, skill, value, attitude, dan interest. Dengan mengembangkan aspek-aspek ini diharapkan siswa memahami, mengusai, dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari materi-materi yang telah dipelajarinya.

Adapun kompentensi sendiri diklasifikasikan menjadi: kompetensi lulusan (dimilik setelah lulus), kompetensi standar (dimiliki setelah mempelajari satu mata pelajaran), kompetensi dasar (dimiliki setelah menyelesaikan satu topik/konsep), kompetensi akademik (pengetahuan dan keterampilan dalam menyelesaikan persoalan), kompetensi okupasional (kesiapan dan kemampuan beradaptasi dengan dunia kerja), kompetensi kultural (adaptasi terhadap lingkungan dan budaya masyarakat Indonesia), dan kompetensi temporal (memanfaatkan kemampuan dasar yang dimiliki siswa.

KBK dinilai lebih unggul daripada kurikulum 1994,Beberapa keunggulan KBK dibandingkan kurikulum 1994 adalah:

versi UNESCO: learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be

Silabus ditentukan secara seragam

Peran serta guru dan siswa dalam proses pembelajaran, silabus menjadi kewenagan guru.

32 jam perminggu, tetapi jumlah mata pelajaran belum bissa dikurangi

Lahir metode pembelajaran PAKEM dan CTL

Lebih menitik beratkan pada aspek kognitif

Penilaian memadukan keseimbangan kognitif, psikomotorik, dan afektif, dengan penekanan penilaian berbasis kelas

KBK memiliki empat komponen, yaitu kurikulum dan hasil belajar (KHB), penilaian berbasis kelas (PBK), kegiatan belajar mengajar (KBM), dan pengelolaan kurikulum berbasis sekolah (PKBS). KHB berisi tentang perencaan pengembangan kompetensi siswa yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai usia 18 tahun.

7)KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP 2006)

Kurikulum 2006 adalah penyempurnaan dari KBK yang telah diuji coba kelayakannya secara publik, melalui beberapa sekolah yang menjadipilot project. Menurut Jalal (2006) KBK tidak resmi, hanya uji coba yang diterapkan di sekitar 3.000 sekolah se- Indonesia.

KTSP sendiri lahir sebagai respon dari UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, terutama pasal 36 ayat 1 dan 2.

KTSP bertujuan memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan. Prinsip pengembangan KTSP adalah:

1. Berpusat pada potensi, pengembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik, dan lingkungannya.

3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan

5. Menyeluruh dan berkesinambungan

6. Belajar sepanjang hayat

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Secara falsafati, pendidikan adalah proses panjang dan berkelanjutan untuk mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya, bagi sesama, bagi alam semesta, beserta segenap isi dan peradabannya.

Dalam UU Sisdiknas, menjadi bermanfaat itu dirumuskan dalam indikator strategis, seperti beriman-bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam memenuhi kebutuhan kompetensi Abad 21, UU Sisdiknas juga memberikan arahan yang jelas, bahwa tujuan pendidikan harus dicapai salah satunya melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi lulusan program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sehingga yang dihasilkan adalah manusia seutuhnya. Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi himpunan kompetensi dalam tiga ranah kompetensi (sikap, pengetahuan, dan keterampilan). Di dalamnya terdapat sejumlah kompetensi yang harus dimiliki seseorang agar dapat menjadi orang beriman dan bertakwa, berilmu, dan seterusnya.

Mengingat pendidikan idealnya proses sepanjang hayat, maka lulusan atau keluaran dari suatu proses pendidikan tertentu harus dipastikan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya secara mandiri sehingga esensi tujuan pendidikan dapat dicapai.

Dalam usaha menciptakan sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang baik, proses panjang tersebut dibagi menjadi beberapa jenjang, berdasarkan perkembangan dan kebutuhan peserta didik. Setiap jenjang dirancang memiliki proses sesuai perkembangan dan kebutuhan peserta didik sehingga ketidakseimbangan antara input yang diberikan dan kapasitas pemrosesan dapat diminimalkan.

Sebagai konsekuensi dari penjenjangan ini, tujuan pendidikan harus dibagi-bagi menjadi tujuan antara. Pada dasarnya kurikulum merupakan perencanaan pembelajaran yang dirancang berdasarkan tujuan antara di atas. Proses perancangannya diawali dengan menentukan kompetensi lulusan (standar kompetensi lulusan). Hasilnya, kurikulum jenjang satuan pendidikan.

Dalam teori manajemen, sebagai sistem perencanaan pembelajaran yang baik, kurikulum harus mencakup empat hal. Pertama, hasil akhir pendidikan yang harus dicapai peserta didik (keluaran), dan dirumuskan sebagai kompetensi lulusan. Kedua, kandungan materi yang harus diajarkan kepada, dan dipelajari oleh peserta didik (masukan/standar isi), dalam usaha membentuk kompetensi lulusan yang diinginkan. Ketiga, pelaksanaan pembelajaran (proses, termasuk metodologi pembelajaran sebagai bagian dari standar proses), supaya ketiga kompetensi yang diinginkan terbentuk pada diri peserta didik. Keempat, penilaian kesesuaian proses dan ketercapaian tujuan pembelajaran sedini mungkin untuk memastikan bahwa masukan, proses, dan keluaran tersebut sesuai dengan rencana.

Pemikiran pengembangan Kurikulum 2013 seperti diuraikan di atas dikembangkan atas dasar taksonomi-taksonomi yang diterima secara luas, kajian KBK 2004 dan KTSP 2006, dan tantangan Abad 21 serta penyiapan Generasi 2045. Dengan demikian, tidaklah tepat apa yang disampaikan Elin Driana, “Gawat Darurat Pendidikan” (Kompas, 14/12/2012) yang mengharapkan sebelum Kurikulum 2013 disahkan, baiknya dilakukan evaluasi terhadap kurikulum sebelumnya.

Mengatakan tidak ada masalah dengan kurikulum saat ini adalah kurang tepat. Sebagai contoh, hasil pembandingan antara materi TIMSS 2011 dan materi kurikulum saat ini, untuk mata pelajaran Matematika dan IPA, menunjukkan, kurang dari 70 persen materi TIMSS yang telah diajarkan sampai dengan kelas VIII SMP.

Belum lagi rumusan kompetensi yang belum sesuai dengan tuntutan UU dan praktik terbaik di dunia, ketidaksesuaian materi matapelajaran dan tumpang tindih yang tidak diperlukan pada beberapa materi matapelajaran, kecepatan pembelajaran yang tidak selaras antarmata pelajaran, dangkalnya materi, proses, dan penilaian pembelajaran, sehingga peserta didik kurang dilatih bernalar dan berfikir.

2.4Prinsip-prinsip desain kurikulum

Saylor (Hamalik:2007) mengajukan delapan prinsip ketika akan mendesain kurikulum, prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

a. Desain kurikulum harus memudahkan dan mendorong seleksi serta pengembangan semua jenis pengalaman belajar yang esensial bagi pencapaian prestasi belajar, sesuai dengan hasil yang diharapkan.

b. Desain memuat berbagai pengalaman belajar yang bermakna dalam rangka merealisasikan tujuan–tujuan pendidikan, khususnya bagi kelompok siswa yang belajar dengan bimbingan guru;

c. Desain harus memungkinkan dan menyediakan peluang bagi guru untuk menggunakan prinsip-prinsip belajar dalam memilih, membimbing, dan mengembangkan berbagai kegiatan belajar di sekolah;

d. Desain harus memungkinkan guru untuk menyesuaikan pengalaman dengan kebutuhan, kapasitas, dan tingkat kematangan siswa

e. Desain harus mendorong guru mempertimbangkan berbagai pengalaman belajar anak yang diperoleh diluar sekolah dan mengaitkannya dengan kegiatan belajar di sekolah.

f. Desain harus menyediakan pengalaman belajar yang berkesinambungan, agar kegiatan belajar siswa berkembang sejalan dengan pengalaman terdahulu dan terus berlanjut pada pengalaman berikutnya.

g. Kurikulum harus di desain agar dapat membantu siswa mengembangkan watak, kepribadian, pengalaman, dan nilai-nilai demokrasi yang menjiwai kultur.

h. Desain kurikulum harus realistis, layak, dan dapat diterima.

Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan desain pembelajaran pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum pembelajaran. Desain pembelajaran dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu unit diklat sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum pembelajaran yang digunakan di unit diklat lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu desain pembelajaran. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum atau desain pembelajaran yang dibagi ke dalam dua kelompok :

1) Prinsip-prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas;

2) Prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian.

Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) menjabarkan secara lebih lanjut kelima prinsip umum dalam pengembangan instruksional seperti tersebut di atas sebagai berikut.

1. Prinsip relevansi : secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebut memiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta diklat (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).

2. Prinsip fleksibilitas : dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta diklat.

3. Prinsip kontinuitas : yakni adanya kesinambungan dalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antarjenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.

4. Prinsip efisiensi : yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.

5. Prinsip efektivitas : yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.

ü Prinsip-Prinsip Khusus dalam Desain pembelajaran dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan: ketentuan/kebijakan pemerintah; survey persepsiuser; survey pandangan para ahli atau nara sumber; pengalaman badan pemerintah yang lain atau dari negara lain; penelitian sebelumnya

2. Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan: penjabaran tujuan ke dalam bentuk pengalaman belajar yang diharapkan; isi meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan disusun berdasarkan urutan logis dan sistematis

3. Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar: keselarasan pemilihan metode; memperhatikan perbedaan individual ; pencapaian aspek kognitif, afektif, dan skills.

4. Prinsip berkenaan dengan pemilihan media: ketersediaan alat yang sesuai dengan situasi; pengorganisasian alat dan bahan; pengintegrasian ke dalam proses

5. Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian: kesesuaian dengan isi dan tingkat perkembangan peserta diklat; waktu; administrasi penilaian;

ü Depdiknas (2008) menjelaskan bahwa prinsip-prinsip pengembangan kurikulum dapat mempertimbangkan aspek-aspek berikut ini :

1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan siswa dan lingkungannya

Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa siswa memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik siswa, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender.

3. Tanggap terhadap perkembangan iptek dan seni

Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis.Karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar siswa untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan

Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja.

5. Menyeluruh dan berkesinambungan

Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

6. Belajar sepanjang hayat

Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2.5Bentuk-bentuk desain kurikulum

Berdasarkan dengan apa yang menjadi fokus pengajaran, sekurang-kurangnya dikenal tiga pola desain kurikulum, yaitu:

1) Subject contered design, suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar.

2) Learner centered design, suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa.

3) Problems centered design, desain kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat.

1. Subject Centered Design

Subject centered design curriculum merupakan bentuk desain yang paling popular, paling tua dan paling banyak digunakan. Dalam subject centered design, kurikulum di pusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata-mata pelajaran, dan mata-mata pelajaran tersebut diajarkan secara terpisah-pisah. Karena terpisah-pisahnya itu maka kurikulum ini disebut juga separated subject curriculum. Subject centered design berkembang dari konsep pendidikan klasik yang menekankan pengetahuan, nilai-nilai dan warisan budaya masa lalu, dan berupaya untuk mewariskannya kepada generasi berikutnya. Karena mengutamakan isi atau bahan ajar atau subject matter tersebut, maka desain kurikulum ini disebut juga subject academic curriculum. Model design curriculum ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan dari model desain kurikulum ini adalah :

· Mudah disusun, dilaksanakan, dievaluasi, dan disempurnakan.

· Para pengajarnya tidak perlu disiapkan khusus, asal menguasai ilmu atau bahan yang diajarkan sering dipandang sudah dapat menyampaikannya.

Beberapa kritik yang juga merupakan kekurangan model desain ini, adalah :

· Karena pengetahuan diberikan secara terpisah-pisah, hal itu bertentangan dengan kenyataan, sebab dalam kenyataan pengetahuan itu merupakan satu kesatuan,

· Karena mengutamakan bahan ajar maka peran peserta didik sangat pasif,

· Pengajaran lebih menekankan pengetahuan dan kehidupan masa lalu, dengan demikian pengajaran lebih bersifat verbalistis dan kurang praktis. Atas dasar tersebut, para pengkritik menyarankan perbaikan ke arah yang lebih terintegrasi, praktis, dan bermakna serta memberikan peran yang lebih aktif kepada siswa.

Ada tiga bentuk Subject centered design yaitu :

The subject design curriculum merupakan bentuk desain yang paling murni dari subject centered design. Materi pelajaran disajikan secara terpisah-pisah dalam bentuk mata-mata pelajaran. Model desain ini telah ada sejak lama. Orang-orang Yunani dan kemudian Romawi mengembangkan Trivium dan Quadrivium. Trivium meliputi gramatika, logika, dan retorika, sedangkan Quadrivium meliputi matematika, geometri, astronomi, dan musik. Pada saat itu pendidikan tidak diarahkan pada mencari nafkah, tetapi pada pembentukan pribadi dan status social (Liberal Art). Pendidikan hanya diperuntukkan bagi anak-anak golongan bangsawan yang tidak usah berkerja mencari nafkah.

Pada abad 19 pendidikan tidak lagi diarahkan pada pendidikan umum (Liberal Art), tetapi pada pendidikan yang lebih yang bersifst praktis. Berkenaan dengan mata pencaharian (pendidikan vokasional). Pada saat itu mulai berkembang mata-mata pelajaran fisika, kimia, biologi, bahasa yang masih bersifat teoretis, juga berkembang mata-mata pelajaran praktis seperti pertanian, ekonomi, tata buku, kesejahteraan keluarga, keterampilan dan lain-lain. Isi pelajaran diambil dari pengetahuan, dan nilai-nilai yang telah ditemukan oleh ahli-ahli sebelumnya. Para siswa dituntut untuk mengetahui semua pengetahuan yang diberikan, apakah mereka menyenangi atau tidak, membutuhkannya atau tidak. Karena pelajaran-pelajaran tersebut diberikannya secara terpisah-pisah, maka siswa mengetahuinya pun terpisah-pisah pula. Tidak jarang siswa menguasai bahan hanya pada tahap hafalan, bahan dikuasai secara verbalistis.

Lebih rinci kelemahan-kelemahan bentuk kurikulum ini adalah :

1) Kurikulum memberikan pengetahuan terpisah-pisah, satu terlepas dari yang lainnya.

2) Isi kurikulum diambil dari masa lalu, terlepas dari kejadian-kejadian yang hangat, yang sedang berlangsung saat sekarang.

3) Kurikulum ini kurang memperhatikan minat, kebutuhan dan pengalaman para perserta didik.

4) Isi kurikulum disusun berdasarkan sistematika ilmu sering menimbulkan kesukaran di dalam mempelajari dan menggunakannya.

5) Kurikulum lebih mengutamakan isi dan kurang memperhatikan cara penyampain. Cara penyampaian utama adalah ekspositori yang meyebabkan peranan siswa pasif.

Meskipun ada kelemahan-kelemahan di atas, bentuk desain kurikulum ini mempunyai beberapa kelebihan. Karena kelebihan-kelebihan tersebut bentuk kurikulum ini lebih banyak dipakai.

1) Karena materi pelajaran diambil dari ilmu yang sudah tersusun secara sitematis logis, maka penyusunannya cukup mudah.

2) Bentuk ini sudah dikenal lama, baik oleh guru-guru maupun orang tua, sehingga lebih mudah untuk dilaksanakan.

3) Bentuk ini memudahkan para perserta didik untuk mengikuti pendidikan di perguruan tinggi, sebab pada perguruan tinggi umumnya digunakan bentuk ini.

4) Bentuk ini dapat dilaksanakan secara efisien, karena metode utamanya adalah metode ekspositori yang dikenal tingkat efisiennya cukup tinggi.

5) Bentuk ini sangat ampuh sebagai alat untuk melestarikan dan mewariskan warisan budaya masa lalu.

Bentuk ini merupakan pengembangan dari subject design, keduanya masih menekankan kepada isi atau materi kurikulum. Walaupun bertolak dari hal yang sama tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Pada Subject design belum ada kriteria yang tegas tentang apa yang disebut subject (ilmu). Belum ada perbedaan antara matematika, psikologi dengan teknik atau cara mengemudi, semuanya disebut subject. Pada disciplines design criteria tersebut telah tegas, yang membedakan apakah suatu pengetahuan itu ilmu atau subject dan bukan adalah batang tubuh keilmuannya. Batang tubuh keilmuan menentukan apakah suatu bahan pelajaran itu disiplin ilmu atau bukan. Untuk menegaskan hal itu mereka menggunakan istilah disiplin.

Isi kurikulum yang diberikan di sekolah adalah disiplin-disiplin ilmu. Menurut pandangan ini sekolah adalah mikrokosmos dari dunia intelek, batu pertama dari hal itu adalah isi dari kurikulum. Para pengembang kurikulum dari aliran ini berpegang teguh pada disiplin-disiplin ilmu seperti: fisika, biologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya.

Perbedaan lain adalah dalam tingkat penguasaan, disciplines design tidak seperti subject design yang menekankan penguasaan fakta-fakta dan informasi tetapi pada pemahaman (understanding). Para peserta didik didorong untuk memahami logika atau struktur dasar suatu disiplin, memahami konsep-konsep, ide-ide dan prinsip-prinsip penting, juga didorong untuk memahami cara mencari dan menemukannya (modes of inquiry and discovery). Hanya dengan menguasai hal-hal itu, kata mereka, peserta didik akan memahami masalah dan mampu melihat hubungan berbagai fenomena baru.

Proses belajarnya tidak lagi menggunakan pendekatan ekspositori yang menyebabkan peserta didik lebih banyak pasif, tetapi mengunakan pendekatan inkuiri dan diskaveri. Disciplines design sudah mengintegrasikan unsure-unsur progresifisme dari Dewey. Bentuk ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan subject design. Pertama, kurikulum ini bukan hanya memiliki organisasi yang sistematik dan efektif tetapi juga dapat memelihara integritas intelektual pengetahuan manusia. Kedua, peserta didik tidak hanya menguasai serentetan fakta, prinsip hasil hafalan tetapi menguasai konsep, hubungan dan proses-proses intelektual yang berkembang pada siswa.

Meskipun telah menunjukkan beberapa kelebihan bentuk, desain ini masih memiliki beberapa kelemahan. Pertama, belum dapat memberikan pengetahuan yang terintegrasi. Kedua, belum mampu mengintegrasikan sekolah dengan masyarakat atau kehidupan. Ketiga, belum bertolak dari minat dan kebutuhan atau pengalaman peserta didik. Keempat, susunan kurikulum belum efesien baik untuk kegiatan belajar maupun untuk penggunaannya. Kelima, meskipun sudah lebih luas dibndingkan dengan subject design tetapi secara akademis dan intelektual masih cukup sempit.

c. The Broad Fields Design

Baik subject design maupun disciplines design masih menunjukkan adanya pemisahan antara mata pelajaran. Salah satu usaha untuk menghilangkan pemisahan tersebut adalah mengembangkan the board fields design. Dalam model ini mereka menyatukan beberapa mata pelajaran yang berdekatan atau berhubungan menjadi satu bidang studi seperti sejarah, geografi, dan ekonomi digabung menjadi ilmu pengetahuan social, aljabar, ilmu ukur, dan berhitung menjadi matematika, dan sebagainya.

Tujuan pengembangan kurikulum broad field adalah menyiapkan para siswa yang dewasa ini hidup dalam dunia informasi yang sifatnya spesialitis, dengan pemahaman yang bersifat menyeluruh. Bentuk kurikulum ini banyak digunakan di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, di sekolah menengah atas penggunaannya agak terbatas apalagi diperguruan tinggi sedikit sekali.

Ada dua kelebihan penggunaan kurikulum ini. Pertama, karena dasarnya bahan yang terpisah-pisah, walaupun sudah terjadi penyatuan beberapa mata kuliah masih memungkinkan penyusunan warisan-warisan budaya secara sistematis dan teratur. Kedua, karena mengintegrasikan beberapa mata kuliah memungkinkan peserta didik melihat hubungan antara berbagai hal.

Di samping kelebihan tersebut, ada beberapa kelemahan model kurikulum ini. Pertama kemampuan guru, untuk tingkat sekolah dasar guru mampu menguasi bidang yang luas, tetapi untuk tingkat yang lebih tinggi, apalagi diperguruan tinggi sukar sekali. Kedua, karena bidang yang dipelajari itu luas, maka tidak dapat diberikan secara mendetil, yang diajarkan hanya permukaannya saja. Ketiga, pengintegrasian bahan ajar terbatas sekali, tidak menggambarkan kenyataan, tidak memberikan pengalaman yang sesungguhnya bagi siswa, dengan demikian kurang membangkitkan minat belajar. Keempat, meskipun kadarnya lebih rendah dibandingkan dengan subject design, tetapi model ini tetap menekankan tujuan penguasaan bahan dan informasi. Kurang menekankan proses pencapaian tujuan yang sifatnya afektif dan kognitif tingkat tinggi.

Materi pel disajikan secara terpisah

Pengetahuan siswa tidak terintegrasi, tapi terpisah-pisah

Kurang memperhatikan minat siswa

Penguasaan materi secara hapalan

Pengembangan dari subject design

Isi kurikulum berdasarkan disiplin ilmu

Siswa didorong utk memahami logika /struktur dasar suatu disiplin, memahami konsep,ide, dan prinsip penting

Menggunakan pendekatan inkuiri dan diskoveri

Memperbaiki kelemahan dari yg sebelumnya

Menyatukan beberapa pelajaran yg berhubungan

Pemahaman siswa diupayakan komprehensif

Kemampuan guru terbatas (utk SMP/SMA)

2. Learner-Centered Design

Sebagai reaksi sekalus penyempurnaan terhadap beberapa kelemahan subject centered design berkembang learner centered design. Desain ini berbeda dengan subject centered, yang bertolak dari cita-cita untuk melestarikan dan mewariskan budaya, dan karena itu mereka mengutamakan peranan isi dari kurikulum.

Learner centered, memberi tempat utama kepada peserta didik. Di dalam pendidikan atau pengajaran yang belajar dan berkembang adalah perserta didik sendiri. Guru atau pendidik hanya berperan menciptakan situasi belajar-mengajar, mendorong dan memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Peserta didik bukanlah tiada daya, dia adalah suatu organisme yang punya potensi untuk berbuat, berprilaku, belajar dan juga berkembang sendiri. Learned centered design bersumber dari konsep Rousseau tentang pendidikan alam, menekankan perkembangan peserta didik. Pengorganisasian kurikulum didasarkan atas minat, kebutuhan dan tujuan peserta didik.

Kelebihan Learner Centered Design (berpusat pada peranan siswa) diantaranya :

· Motivasi instrinsik pada siswa

· Pembelajaran memperhatikan perbedaan individu

· Kegiatan pemecahan masalah memberikan kemampuan dlm menghadapi kehidupan di luar sekolah

Kekurangan Learner Centered Design (berpusat pada peranan siswa) diantaranya

· Kenyataan, siswa belum tentu tahu persis kebutuhan dan minatnya

· Kurikulum tidak mempunyai pola dalam penyusunan strukturnya.

· Sangat lemah dlm kontinuitas dan sekuens bahan

· Menuntut guru yg ahli dalam banyak hal

Ada dua ciri utama yang membedakan desain model learner centered dengan subject centered.

– Learner centered design mengembangkan kurikulum dengan bertolak dari peserta didik dan bukan dari isi. Kedua, learner centered bersifat not-preplanned (kurikulum tidak diorganisasikan sebelumnya) tetapi dikembangkan bersama antara guru dengan siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas pendidikan. Organisasi kurikulum didasarkan atas masalah-masalah atau topik-topik yang menarik perhatian dan dibutuhkan peserta didik dan sekuensnya disesuaikan tingkat perkembangan mereka.

Ada beberapa variasi model ini salah satunya yaitu the activity atau experience design.

a. The Activity atau Experience Design

Model desain ini berawal pada abad 18, atas hasil karya dari Rousseau dan Pestalozzi, yang berkembang pesat pada tahun 1920/1930-an pada masa kejayaan pendidikan progresif.

Berikut beberapa ciri utama activity atau experience design. Pertama, struktur kurikulum ditentukan oleh kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam mengimplementasikan ciri ini guru hendaknya:

1) Menemukan minat dan kebutuhan peserta didik,

2) Membantu para siswa memlih mana yang paling penting dan urgen. Hal ini cukup sulit, sebab harus dapat dibedakan mana minat dan kebutuhan yang sesungguhnya dan mana yang hanya angan-angan. Untuk itu guru harus menguasai benar perkembangan dan karakteristik peserta didik.

– Karena struktur kurikulum didasarkan atas minat dan kebutuhan peserta didik, maka kurikulum tidak dapat disusun jadi sebelumnya, tetapi disusun bersama oleh guru dengan para siswa. Demikian juga tujuan yang akan dicapai, sumber-sumber belajar, kegiatan belajar dan prosedur evaluasi, dirumuskan bersama siswa. Istilah yang mereka gunakan adalah teacher –student planning.

– Ketiga, desain kurikulum tersebut menekankan prosedur pemecahan masalah. Di dalam proses menemukan minatnya perserta didik menghadapi hambatan atau kesulitan-kesulitan tertentu yang harus diatasi. Kesulitan-kesulitan tersebut menunjukkan problema nyata yang dihadapi perserta didik. Dalam menghadapi dan mengatasi masalah-masalah tersebut, peserta didik melakukan proses belajar yang nyata, sungguh-sungguh bermakna, hidup dan relevan dengan kehidupannya. Berbeda dengan subject design yang menekankan isi, activity design lebih mengutamakan proses (keterampilan memecahkan masalah).

Ada beberapa kelebihan dari desain kurikulum ini, Pertama, karena kegiatan pendidikan didasarkan atas kebutuhan dan minat peserta didik, maka motivasi belajar bersifat intrinsik dan tidak perlu dirangsang dari luar. Fakta-fakta, konsep, keterampilan dan proses pemecahan dipelajari peserta didik karena hal itu mereka perlukan. Jadi belajar benar-benar relevan dan bermakna. Kedua, pengajaran memperhatikan perbedaan individual. Mereka turut dalam kegiatan belajar kelompok karena membutuhkannya, demikian juga kalau mereka melakukan kegiatan individual. Ketiga, kegiatan-kegiatan pemecahan masalah memberikan bekal kecakapan dan pengetahuan untuk menghadapi kehidupan di luar sekolah.

Beberapa kritik yang menunjukkan kelemahan dilontarkan terhadap model desain kurikulum ini diantaranya:

1) Penekanan pada minat dan kebutuhan peserta didik belum tentu cocok dan memadai untuk menghadapi kenyataan dalam kehidupan. Kehidupan dunia modern sangat kompleks, peserta didik belum tentu mampu melihat dan merasakan kebutuhan-kebutuhan esensial.

2) Kalau kurikulum hanya menekankan minat dan kebutuhan peserta didik, dasar apa yang digunkan untuk menyusun struktur kurikulum. Kurikulum tidak mempunyai pola dan struktur. Kedua kritik ini tidak semuanya benar, sebab beberapa tokoh activity design telah mengembangkan stuktur ini. Dewey dalam sekolah loboratoriumnya menyusun struktur disekitar kebutuhan manusia, kebutuhan social, kebutuhan untuk membangun, kebutuhan untuk meneliti dan bereksperimen dan kebutuhan untuk berekspresi dan keindahan.

3) Activity design curriculum sangat lemah dalam kontinuitas dan sekuens bahan. Dasar minat peserta didik tidak memberikan landasan yang kuat untuk menyusun sekuens, sebab minat mudah sekali berubah karena pengaruh perkembangan, kematangan dan factor-faktor lingkungan. Beberapa usaha telah dilakukan untuk mengatasi kelemahan ketiga ini:

Usaha untuk menemukan sekuens perkembangan kemampuan mental peserta didik, seperti perkembangan kemampuan kognitif dari Piaget,

Penelitian tentang pusat-pusat minat yang lebih terinci dijadikan dasar penyusunan sekuens kurikulum.

Kritik terhadap model desain kurikulum ini dikatakan tidak dapat dilakukan oleh guru biasa. Kurikulum ini menuntut guru ahli general education plus ahli psikologi perkembangan dan human relation. Model desain ini sulit menemukan buku-buku sumber, karena buku yang ada disusun berdasarkan subject atau discipline design. Kesulitan lain adalah apabila peserta didik akan melanjutkan studi ke perguruan tinggi, sebab di perguruan tinggi digunakan model subject atau discipline design.

3. Problem Centered Design

Problem centered design berpangkal pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia (man centered). Berbeda dengan learner centered yang mengutamakan manusia atau peserta didik secara individual, problem centered design menekankan manusia dalam kesatuan kelompok yaitu kesejahteraan masyarakat.

Konsep pendidikan para pengembang model kurikulum ini berangkat dari asumsi bahwa manusia sebagai makhluk social selalu hidup bersama. Dalam kehidupan bersama ini manusia menghadapi masalah-masalah bersama yang harus dipecahkan bersama pula. Mereka berinteraksi, berkooperasi dalam memecahkan masalah-masalh social yang mereka hadapi untuk meneingkatkan kehidupan mereka.

Konsep-konsep ini menjadi landasan pula dalam pendidikan dan pengembangan kurikulum. Berbeda dengan learner centered, kurikulum mereka disusun sebelumnya (preplanned). Isi kurikulum berupa masalah-masalah social yang dihadapi peserta didik sekarang dan yang akan datang. Sekuens bahan disusun berdasarkan kebutuhan, kepentingan dan kemampuan peserta didik. Problem centered design menekankan pada isi maupun perkembangan peserta didik. Minimal ada dua variasi model desain kurikulum ini, yaitu The Areas Of Living Design, dan The Core Design.

a. The Areas Of Living Design

Perhatian terhadap bidang-bidang kehidupan sebagai dasar penyusunan kurikulum telah dimulai oleh Hebert Spencer pada abad 19, dalam tulisan yang berjudul What Knowledge is of most worth? Areas of living design seperti learner centered design menekankan prosedur belajar melalui pemecahan masalah. Dalam prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses (process objectives) dan yang bersifat isi (content objectives) diintegrasikan. Penguasaan informasi-informasi yang lebih bersifat pasif tetap dirangsang. Ciri lain dari model desain ini adalah menggunakan pengalaman dan situasi-situasi nyata dari perserta didik sebagai pembuka jalan dalam mempelajari bidang-bidang kehidupan.

Strategi yang sama juga digunakan dalam subject centered design, tetapi pelaksanaannya mengalami kesulitan, sebab dalam desain tersebut hubungan mata pelajaran dengan bidang dan pengalaman hidup peserta didik sangat kecil. Sebaliknya dalam the areas of living hubungannya besar sekali. Tiap pengalaman peserta didik sangat erat hubungannya dengan bidang-bidang kehidupan sehingga dapat dikatakan suatu desain merangkumkan pengalaman-pengalaman social peserta didik. Dengan demikian, desain ini sekaligus menarik minat peserta didik dan mendekatkannya pada pemenuhan kebutuhan hidupnya dalam masyarakat.

Desain ini mempunyai beberapa kebaikan dibandingkan dengan bentuk desain-desain lainnya. Pertama, the areas of living design merupakan the subject matter design tetapi dalam bentuk yang terintegrasi. Pemisahan antara subject dihilangkan oleh problem-problem kehidupan social. Kedua, karena kurikulum diorganisasikan disekitar problem-problem peserta didik dalam kehidupan social, maka desain ini mendorong penggunaan prosedur belajar pemecahan masalah. Prinsip-prinsip belajar aktif dapat diterapkan dalam model desain ini. Ketiga, menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang relevan, yaitu untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan. Melalui kurikulum ini para peserta didik akan memperoleh pengetahuan, dan dapat menginternalisasi artinya, keempat desain tersebut menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang fungsional, sebab diarahkan pada pemecahan masalah peserta didik, secara langsung dipraktikkan dalam kehidupan. Lebih dari itu kurikulum ini membawa peserta didik dalam hubungan yang lebih dekat dengan masyarakat. Kelima, motivasi belajar datang dari dalam diri peserta didik, tidak perlu dirangsang dari luar.

Beberapa kritik dilontarkan dan menunjukkan kelemahan model desain ini diantaranya:

Penentuan lingkup dan sekuens dari bidang-bidang kehidupan yang sangat esensial (penting) sangat sukar, timbul organisasi isi kurikulum yang berbeda-beda.

Sebagai akibat dari kesulitan pertama, maka lemahnya atau kurangnya integritas dan kontinuitas organisasi isi kurikulum.

Desain tersebut sama sekali mengabaikan warisan budaya, padahal apa yang telah ditemukan pada masa lalu penting untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah masa kini.

Karena kurikulum hanya memusatkan perhatian pada pemecahan masalah social pada saat sekarang, ada kecenderungan untuk mengindroktrinasi peserta didik dengan kondisi yang ada, peserta didik tidak melihat alternatif lain, baik yang mengenai masa lau maupun masa yang akan datang, desain tersebut akan mempertahankan status quo.

Sama halnya dengan kritik terhadap learner centered design, baik guru maupun buku dan media lain tidak banyak yang disiapkan untuk model tersebut sehingga dalam pelaksanaannya akan mengalami beberapa kesulitan.

Integrasi dari beberapa subjek berdasarkan problema sosial

Prosedur belajar pemecahan masalah

Penyajian bahan ajar yg relevan dengan kebutuhan masyarakat

Penentuan lingkup/sekuens dari bidang kehidupan yg esensial, sulit dilakukan

Kurang/lemahnya kontinuitas/integritas organisasi isi kurikulum

Mengabaikan warisan budaya

The core design kurikulum timbul sebagai reaksi utama kepada separate subject design, yang sifatnya terpisah-pisah. Dalam mengintegrasikan bahan ajar, mereka memilih mata-mata pelajaran/bahan ajar tertentu sebagai inti (core). Pelajaran lainnya dikembangkan di sekitar core tersebut. Karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang teori tentang core design yang didasarkan atas pandangan progresif. Menurut konsep ini inti-inti bahan ajar dipusatkan pada kebutuhan individual dan social.

Terdapat banyak variasi pandangan tentang the core design. Mayoritas memandang core curriculum sebagai suatu model pendidikan atau program pendidikan yang memberikan pendidikan umum. Pada beberapa kurikulum yang berlaku di Indonesia dewasa ini, core curriculum disebut kelompok mata kuliah atau pelajaran dasar umum, dan diarahkan pada pengembangan kemampuan-kemampuan pribadi dan social. Kalau kelompok mata kuliah/pelajaran spesialisasi diarahkan pada penguasaan keahlian/kejuruan tertentu, maka kelompok mata pelajaran ini ditujukan pada pembentukan pribadi yang sehat, baik, matang, dan warga masyarakat yang mampu membina kerja sama yang baik pula.

The core curriculum diberikan guru-guru yang memiliki penguasaan dan berwawasan luas, bukan spesialis. Di samping memberikan pengetahuan, niali-nlai dan keterampilan social, guru-guru tersebut juga memberikan bimbingan terhadap perkembangan social pribadi peserta didik.

Ada beberapa variasi desain core curriculum yaitu:

1) The separate subject core. Salah satu usaha untuk mengatasi keterpisahan antar-mata pelajaran, beberapa mata pelajaran yang dipandang mendasari atau menjadi inti mata pelajaran lainnya dijadikan core.

2) The correlated core. Model desain ini pun berkembang dari the separate subjects design, dengan jalan mengintegrasikan beberapa mata pelajaran yang erat hubungannya.

3) The fused core. Kurikulum ini juga berpangkal dari separate subject, pengintegrasiannya bukan hanya antara dua atau tiga pelajaran tetapi lebih banyak. Sejarah, geografi, antropologi, sosiologi, ekonomi dipadukan menjadi studi kemasyarakatan. Dalam studi ini dikembangkan tema-tema masalah umum yang dapat diinjau dari berbagai sudut pandang.

4) The activity/experience core. Model desain ini berkembang dari pendidikan progresif dengan learner centerd design-nya. Seperti halnya pada learner centered, the activity/experience core dipusatkan pada minat-minat dan kebutuhan peserta didik.

5) The areas of living core. Desain model ini berpangkal juga pada pendidikan progresif, tetapi organisasinya berstruktur dan dirancang sebelumnya. Berbentuk pendidikan umum yang isinya diambil dari masalah-masalah yang muncul di masyarakat. Bentuk desain ini dipandang sebagai core design yang paling murni dan paling cocok untuk program pendidikan umum.

6) The social problems core. Model desain ini pun merupakan produk dari pendidikan progresif. Dalam beberapa hal model ini sama dengan the areas of living core. Perbedaannya terletak pada the areas of licing core didasarkan atas kegiatan-kegiatan manusia yang universal tetapi tidak berisi hal yang controversial, sedangkan the social problems core di dasarkan atas problema-problema yang mendasar dan bersifat controversial. Beberapa contoh masalah social yang menjadi tema model core design ini adalah kemiskinan, kelaparan, inflasi, rasialisme, perang senjata nuklir, dan sebagainya. Hal-hal di atas adalah sesuatu yang mendesak untuk dipecahkan dan berisi suatu controversial bersifat pro dan kontra. The areas of living core cenderung memelihara dan mempertahankan kondisi yang ada, sedang the social problems core mencoba memberikan penilaian yang sifatnya kritis dari sudut sistem nilai social dan pribadi yang berbeda.

2.6Hal-hal yang mempengaruhi desain kurikulum

Hal-hal yang mempengaruhi desain kurikulum yaitu :

· Kontrol: Semakin spesifik hasil yang ingin dicapai, semakin sempit desain kurikulumnya

· Responsibility : Semakin sempit desain kurikulum semakin sempit pula tanggung jawab sekolah

· Tujuan pendidikan : Secara logis mempengaruhi terhadap desain kurikulum

2.7Langkah-langkah mendesain kurikulum

Langkah Mendesain Kurikulum

1. Menentukan hal-hal esensial yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran dan domain.

2. Identifikasi domain tujuan pembelajaran

3. Identifikasi tipe peluang belajar yang mungkin

4. Menentukan desain kurikulum yang cocok

5. Menyiapkan desain kurikulum secara tentative

6. Identifikasi persyaratan implementasi

2.8Karakteristik desain kurikulum

Karakteristik Desain Kurikulum

Mata pelajaran yang harus dipelajari

Disiplin ilmu (contoh; Kimia)

Aktivitas kemasyarakatan

Kebutuhan dan minat individu